BANYAKNYA pemberitaan mengenai kasus kekerasan seksual yang korbannya adalah anak-anak, hal ini menyebabkan anak menderita lahir batin serta terampas masa depannya.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Femmy Eka Kartika Putri mengaku prihatin dan menyesalkan terjadinya kasus kekerasan seksual ini.
“Terlebih jika dampak yang ditimbulkan menyangkut masa depan dan psikologis anak-anak tersebut. Banyaknya jumlah korban juga harus menjadi pertimbangan yang memberatkan hukuman,” kata Femmy Senin (20/12/2021).
Ia mengatakan bahwa penanganan korban kekerasan seksual harus menjadi prioritas. Hal ini berkaitan dengan masa depan dan dalam jangka panjang untuk memulihkan trauma psikososialnya.
Untuk pengasuhan keluarga untuk bayi-bayi yang dilahirkan juga perlu dipastikan, kata Femmy agar dapat menjamin masa depan mereka. Upaya yang dilakukan tersebut sebagai bentuk hadirnya negara untuk melindungi dan memberikan bantuan kepada korban.
Selain itu, Kemenko PMK akan memastikan bahwa anak sebagai korban yang telah memiliki bayi karena menjadi korban perbuatan keji, perlu diberi edukasi tentang parenting dan pengasuhan agar mereka tetap semangat dan optimis untuk mengasuh dan mewujudkan tumbuh kembang anaknya.
“Untuk si bayi, dipastikan akan memperoleh perlindungan sosial, bantuan pemenuhan administrasi kependudukannya dan bantuan layanan untuk optimalisasi tumbuh kembangnya,” kata Femmy.
Hukuman maksimal yang dapat diberikan sesuai Undang-undang (UU) Perlindungan Anak adalah 15 tahun penjara. Namun, perlu digarisbawahi bahwa pelaku adalah sebagai pendidik di lingkungan terdekat korban maka pidananya ditambah sepertiga dari ancaman pidana, menjadi maksimal 20 tahun penjara.
Bahkan, mengacu pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) No.1/2016 yang telah ditetapkan menjadi Undang-Undang melalui UU No.17/2016, jika tindak kekerasan seksual menimbulkan korban lebih dari 1 orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, maka pelaku dapat dipidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun.
Selain itu, saat ini telah terbit Peraturan Pemerintah (PP) No.70/2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak.
Kemenko PMK melakukan koordinasi dengan Kementerian/Lembaga terkait agar segera menerbitkan peraturan menteri/ kepala lembaga yang secara teknis mengimplementasikan PP tersebut agar terwujud upaya perlindungan anak dari kekerasan dan kejahatan seksual.
Hukuman kebiri di Indonesia yang diberlakukan kepada pelaku adalah penanganan terapeutik atau semacam pengobatan, dan bukan memberikan efek menyakitkan atau penyiksaan. Salah satu tujuan dari PP tersebut adalah sebagai upaya untuk mencegah kekerasan seksual terhadap anak.InfoPublik (***)