PAKAR Hukum Tata Negara dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Heru Susetyo, menyarankan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menerapkan pengaturan agar penempatan dinas petugas lembaga pemasyarakatan (lapas) tidak terlalu lama, guna mencegah praktik jual beli kamar.
Hal tersebut disampaikan Heru menanggapi adanya dugaan praktik jual beli kamar bagi warga binaan pemasyarakatan di dalam lapas, melalui keterangan tertulisnya, pada (Jumat 11/2/2022)
“Mungkin orang atau petugasnya jangan terlalu lama di tempat yang sama karena berbahaya,” kata Heru Susetyo.
Heru mengatakan kasus dugaan jual beli kamar di dalam lapas, bisa saja terjadi karena seorang petugas sudah terlalu lama di tempatkan di bagian tersebut sehingga, perpindahan atau rotasi ke tempat baru perlu dilakukan sebagai bentuk mencegah praktik korupsi sekaligus penyegaran kinerja.
Heru juga menyarankan jika hal tersebut dilakukan, diharapkan rotasi tidak hanya berfokus di Pulau Jawa.
Dengan kata lain harus disebar ke berbagai daerah lainnya.
Bahkan, ada kemungkinan atau potensi seseorang ingin tetap bertugas di Jawa sehingga melakukan suap. Imbasnya, di kemudian hari ia berusaha mengembalikan uangnya dengan cara yang salah.
“Jadi lingkaran setan seperti itu,” ujarnya.
Di satu sisi, ia memberikan solusi guna mencegah adanya praktik jual beli kamar bagi para narapidana yakni dengan meningkatkan kesejahteraan petugas.
Akan tetapi, jika tunjangan kinerja sudah dilakukan pemerintah, namun praktik jual beli masih terjadi, maka ada yang salah dengan petugasnya.
Selain itu, Heru mendorong Kemenkumham lebih menguatkan pendidikan para calon petugas lapas sejak masih di tingkat akademi.
Secara ilmu kriminologi, kata Heru, kejahatan seperti jual beli kamar di dalam lapas terjadi karena lemahnya pengawasan dan adanya korban yang rentan serta situasi yang mendukung.
Sebelumnya, praktik jual beli kamar bagi warga binaan pemasyarakatan (WBP) diduga terjadi di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Cipinang, Jatinegara, Jakarta Timur.
Seorang WBP Lapas Cipinang berinisial WC mengatakan, bahwa ia dan narapidana lainnya harus membayar uang untuk dapat kamar selama menjalani masa tahanan.
“Nanti duitnya diserahkan ke sipir, di sini seperti itu. Kalau untuk tidur di kamar, antara Rp5 juta hingga Rp25 juta per bulan. Biasanya mereka yang dapat kamar itu bandar narkoba besar,” kata WC di Jakarta, Kamis (3/2/2022).
Kamis (3/2/2022).
WC mengatakan, para narapidana harus membayar tempat untuk tidur karena Lapas Cipinang kini sudah melebihi kapasitas.
Untuk mendapat tempat tidur di lorong blok dengan alas kardus mereka terlebih dahulu menyampaikan permintaan ke tahanan pendamping (tamping).
“Besarnya tergantung tempat tidur yang dibeli. Kalau tidur di lorong dekat pot dengan alas kardus itu Rp30 ribu per satu minggu. Istilahnya beli tempat,” ujar WC.
Dia mengatakan, kasus jual beli kamar di Lapas Cipinang sudah sejak lama terjadi dan hingga jadi sumber pemasukan oknum petugas.
Selama ini narapidana tidak berani melapor karena khawatir mereka bakal dipindahkan ke sel isolasi.
“Ya mau enggak mau kita harus bayar buat tidur. Minta duit ke keluarga di luar untuk dikirim ke sini. Kalau enggak punya duit ya susah. Makannya yang makmur di sini napi bandar narkoba,” tutur WC.
Sedangkan Kepala Lapas Kelas I Cipinang, Tony Nainggolan, ketika dikonfirmasi awak media berikut bukti foto kondisi tahanan, membantah adanya praktik tersebut.
Tony mengatakan, narapidana tidak perlu mengeluarkan uang untuk dapat menikmati fasilitas, termasuk untuk tidur selama menjalani tahanan di Lapas Kelas 1 Cipinang.
“Baru kemarin saya membuka program admisi orientasi (pengenalan lingkungan) dan saya sampaikan kalau di Lapas Cipinang tidak ada urusan yang berbayar, termasuk masalah tidur,” kata Tony Nainggolan.
Namun, Tony mengakui, bila Lapas Kelas I Cipinang saat ini kelebihan kapasitas. Dari seharusnya diisi 880 orang, kini diisi sejumlah 3.206 orang narapidana dari berbagai kasus.
“Hari ini isinya 3.206 orang untuk kapasitas 880 orang. Kalau benar ada praktik berbayar dilakukan pegawai atau narapidana, akan saya tindak tegas,” ujar Tony.
Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham DKI Jakarta, Ibnu Chuldun, juga membantah ketika dikonfirmasi dugaan praktek jual beli kamar tahanan di Lapas Kelas I Cipinang.
“Informasi tersebut sangat tidak benar. Alas tidur yang disediakan berupa matras dan tidak dipungut biaya apapun,” tutur Ibnu.InfoPublik (***)