Wali Kota Palembang dan istri tampil di Swarna Songket Nusantara 2025, pertontonkan songket Bunga Tanjung buatan UMKM lokal sekaligus jadi panggung cinta budaya, ekonomi kreatif, dan potensi wisata Palembang.
BENTENG Kuto Besak [BKB], langit Palembang terkesan menggoda dengan awan tipis-tipis macam kapas digulung. Tapi jangan tertipu angin membawa kabar bahwa kota ini sedang menyiapkan panggung budaya paling cetar sejak zaman Sriwijaya masih jaya Swarna Songket Nusantara 2025.
Bukan sembarang panggung, Ini panggung yang tidak hanya bikin penonton mangap karena keindahan kain songket, tapi juga bikin netizen se-Indonesia kepo, sebabnya? Wali Kota Palembang, Drs. Ratu Dewa, M.Si, dan istri tercinta, Dewi Sastrani, akan tampil berlenggak-lenggok dalam balutan songket khas Palembang.
Bayangkan, seorang wali kota yang biasanya sibuk dengan rapat dan tanda tangan surat, kini berdiri di bawah lampu sorot, bukan untuk memarahi proyek molor, tapi untuk memamerkan songket Bunga Tanjung hasil tenun tangan UMKM lokal. Ibarat pepatah lama “Sekali merangkuh dayung, songket, wisata, dan ekonomi lokal terayun”
“Saya pakai motif Bunga Tanjung dari atasan sampai bawahan, biar matching sama semangat UMKM kita,” ujar Dewi Sastrani sambil tersenyum, seperti hendak menghipnotis kita semua untuk beli songket di Shopee.
Sementara Pak Wali, dengan gayanya yang santai dan cool ala bapak-bapak berprestasi, hanya memakai songket di bagian bawah. Katanya, “Ini bukan soal gaya-gayaan, tapi soal memperkenalkan kekayaan budaya kita.”
Kalau kata anak zaman sekarang, ini bukan sekadar ‘OOTD’, tapi Outfit of The Dedikasi. Ada cinta di balik kain. Cinta pada budaya, pada ekonomi rakyat, dan tentu… cinta sepasang suami-istri yang kompak mendukung UMKM.
Sehari sebelumnya, kemarin, gladi resik sudah digelar. Tapi jangan bayangkan ini seperti latihan biasa. Ada nuansa serius tapi santai. Lengkap dengan tamu-tamu penting, seperti istri Mendagri, Febrita Lustia Herman Deru, dan rombongan kepala daerah dari 18 kabupaten/kota se-Sumatera Selatan.
Benteng Kuto Besak sore itu seperti panggung kerajaan mini. Bedanya, alih-alih tentara berpedang, yang hadir adalah para penenun dan pencinta budaya, lengkap dengan gulungan kain, kamera media, dan tentu saja kamera TikTok.
Kepala Dinas Pariwisata Palembang, Sulaiman Amin, seolah tidak mau kalah gaya. Ia menyebut bahwa event ini bukan cuma soal fashion, tapi strategi ampuh menaikkan jumlah wisatawan dan pendapatan daerah. “Tanpa event seperti ini, budaya kita bisa luput dari sorotan,” katanya.
Nah loh, ini bukan sekadar ajang pameran songket, tapi juga panggung kebangkitan PAD (Pendapatan Asli Daerah). Semacam songket bertuah dipakai bisa bikin ekonomi naik, turis datang, dan UMKM berkembang.
Palembang sudah punya semua infrastruktur bandara, pelabuhan, jalan tol, bahkan LRT yang suka ngambek kalau hujan deras. Tapi seperti peribahasa Minang bilang, “Sia nan punyo ladang, kalau ndak dibajak, indak akan basawah”
Event seperti Swarna Songket Nusantara ini adalah bajak dan cangkulnya. Ia mengolah potensi yang selama ini hanya jadi katalog di brosur pariwisata.
Bayangkan jika tiap turis yang datang bukan hanya pulang bawa pempek, tapi juga dua meter kain songket buat dress nikahan. Itu bukan cuma membawa pulang oleh-oleh, tapi membawa nama Palembang ke pesta pernikahan di seantero Indonesia.
Tidak semua kepala daerah mau jadi model dadakan. Tapi Ratu Dewa seolah ingin menunjukkan bahwa budaya itu tidak hanya pantas dibanggakan dari balik podium. Kadang, harus dijalani dengan langkah kecil tapi penuh makna ya, seperti berjalan di atas catwalk, meski pakai sandal songket.
Kalau kata pakde tetangga yang suka nonton sinetron India, “Kalau pemimpin sudah berani turun ke panggung budaya, itu tanda daerah sedang sehat jiwa dan raganya”
Swarna Songket Nusantara 2025 bukan sekadar event tahunan. Ia adalah panggung yang menjahit harapan, membordir ekonomi lokal, dan menenun kembali kebanggaan kita terhadap budaya sendiri.
Dari ujung benang Bunga Tanjung yang dipintal tangan-tangan UMKM, lahir narasi baru Palembang kota yang tak hanya kuat di sejarah, tapi juga piawai menjual keindahan warisan lewat panggung modern.
Kalau boleh kita simpulkan dalam satu perumpamaan “Songket itu ibarat cinta. Mahal, rumit, tapi kalau dijaga dengan baik, bisa menghangatkan generasi”
Dan malam di BKB itu, cinta songket sedang membara. Tak heran, ada yang bilang di Palembang, catwalk bisa jadi ceramah budaya. Dan Wali Kota pun, dengan langkah pasti, menenun masa depan satu helai demi satu helai.[***]