RAPAT Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 19-20 April 2021 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%. Keputusan ini sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah dari dampak masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global, meskipun prakiraan inflasi tetap rendah. Untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional lebih lanjut, Bank Indonesia mengoptimalkan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial akomodatif serta mempercepat digitalisasi sistem pembayaran sebagai berikut:
- Memperkuat kebijakan nilai tukar Rupiah dengan tetap berada di pasar melalui triple interventionuntuk menjaga stabilitas nilai tukar yang sejalan dengan fundamental dan mekanisme pasar;
- Melanjutkan penguatan strategi operasi moneter untuk mendukung stance kebijakan moneter akomodatif;
- Meningkatkan penggunaan instrumen Sukuk Bank Indonesia (SukBI) pada tenor 1 minggu sampai dengan 12 bulan dalam rangka memperkuat operasi moneter syariah yang telah diberlakukan sejak 16 April 2021;
- Melanjutkan kebijakan makroprudensial akomodatif dengan mempertahankan rasio Countercyclical Buffer(CCB) sebesar 0%, rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 6% dengan fleksibilitas repo sebesar 6%, serta rasio PLM Syariah sebesar 4,5% dengan fleksibilitas repo sebesar 4,5%;
- Memperkuat transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) perbankan secara lebih rinci (Lampiran), serta melanjutkan koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait untuk (a) mendorong percepatan transmisi kebijakan moneter kepada suku bunga kredit perbankan, dan (b) meningkatkan kredit/pembiayaan kepada dunia usaha;
- Memperpanjang masa berlakunya kebijakan pricing SKNBI sebesar Rp1 dari Bank Indonesia ke bank danmaksimum Rp2.900 dari bank kepada nasabah dari semula berakhir 30 Juni 2021 menjadi sampai dengan 31 Desember 2021 untuk mendukung percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional;
- Memperkuat kebijakan QRIS untuk mendorong akselerasi digitalisasi ekonomi dan keuangan yang inklusif dan efisien, melalui:
- Peningkatan limit transaksi QRIS dari semula Rp2 juta menjadi Rp5 juta, berlaku sejak 1 Mei 2021;
- Penurunan tarif MDR QRIS untuk merchant kategori Badan Layanan Umum (BLU) dan Public Service Obligation(PSO) dari 0,7% menjadi 0,4%, berlaku sejak 1 Juni 2021;
- Memastikan keamanan, kehandalan, kelancaran, dan ketersediaan layanan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah dalam menghadapi Hari Raya Idulfitri 1442 H.
- Memfasilitasi penyelenggaraan promosi perdagangan dan investasi serta sosialisasi penggunaan Local Currency Settlement(LCS) bekerjasama dengan instansi terkait. Pada April dan Mei 2021 akan diselenggarakan promosi investasi dan perdagangan di Jepang, Singapura, Amerika Serikat, Tiongkok, Perancis, dan Inggris.Langkah-langkah tersebut khususnya pada butir 4, 5, 7, dan 9 merupakan bagian dari komitmen Bank Indonesia sebagai tindak lanjut sinergi kebijakan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah dan KSSK, termasuk implementasi Paket Kebijakan Terpadu KSSK, untuk mempercepat penyaluran kredit/pembiayaan dari perbankan kepada dunia usaha pada sektor-sektor prioritas yang mendukung pertumbuhan ekonomi dalam rangka pemulihan ekonomi nasional.
Perekonomian global diprakirakan tumbuh lebih tinggi dari prakiraan sebelumnya dengan proses pemulihan global yang semakin tidak merata antarnegara. Perkembangan tersebut terutama didorong oleh perbaikan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok yang berlangsung lebih cepat dibandingkan negara lainnya. Di AS, perbaikan ekonomi diprakirakan semakin kuat, sejalan dengan proses vaksinasi yang berjalan lancar dan tambahan stimulus fiskal yang lebih besar. Di Tiongkok, pemulihan ekonomi yang lebih tinggi ditopang oleh perbaikan permintaan domestik dan global. Dengan perkembangan tersebut, Bank Indonesia merevisi prakiraan pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2021 menjadi 5,7%, lebih tinggi dari prakiraan sebelumnya sebesar 5,1%. Pemulihan ekonomi global yang lebih tinggi terkonfirmasi oleh perkembangan sejumlah indikator dini pada Maret 2021, seperti Purchasing Managers’ Index (PMI), keyakinan konsumen, dan penjualan ritel di beberapa negara yang terus meningkat. Sejalan dengan perbaikan ekonomi global tersebut, volume perdagangan dan harga komoditas dunia terus meningkat, sehingga mendukung perbaikan kinerja ekspor negara berkembang yang lebih tinggi, termasuk Indonesia. Sementara itu, ketidakpastian pasar keuangan dan volatilitas yield UST masih berlangsung seiring dengan lebih baiknya perbaikan ekonomi di Amerika Serikat dan persepsi pasar terhadap arah kebijakan The Fed. Perkembangan ini berpengaruh terhadap aliran modal masuk ke sebagian besar negara berkembang yang lebih rendah, dan berdampak pada tekanan mata uang di berbagai negara tersebut, termasuk Indonesia.
Perbaikan ekonomi domestik terus berlangsung terutama didukung oleh membaiknya kinerja ekspor dan belanja fiskal. Kinerja ekspor juga diprakirakan terus membaik, lebih tinggi dari proyeksi awal tahun, terutama didorong oleh komoditas CPO, bijih logam, pulp and waste paper, serta kendaraan bermotor dan besi baja. Peningkatan ekspor tersebut ditopang oleh kenaikan permintaan dari negara mitra dagang utama, khususnya Tiongkok. Secara spasial, kinerja ekspor yang membaik terjadi di wilayah Jawa dan Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua). Stimulus fiskal Pemerintah dalam bentuk bantuan sosial, belanja barang dan belanja modal juga terus meningkat lebih tinggi dari perkiraan. Sementara itu, perbaikan konsumsi swasta sebagaimana tercermin pada indikator ekspektasi konsumen dan penjualan eceran sampai dengan bulan Maret 2021 cenderung terbatas. Hal ini sejalan dengan masih terbatasnya mobilitas masyarakat di tengah upaya Pemerintah yang terus melakukan akselerasi program vaksinasi nasional. Dengan perkembangan tersebut, Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan tahun 2021 akan berada pada kisaran 4,1% – 5,1%. Ke depan, perbaikan ekonomi domestik diperkirakan akan semakin membaik didukung oleh perbaikan kinerja ekspor, berlanjutnya stimulus fiskal, dan perbaikan investasi sebagaimana tercermin pada PMI manufaktur yang terus meningkat. Implementasi vaksinasi dan disiplin dalam penerapan protokol Covid-19 tetap diperlukan untuk mendukung percepatan perbaikan permintaan domestik.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) diprakirakan tetap baik, sehingga mendukung ketahanan sektor eksternal. Defisit transaksi berjalan triwulan I 2021 diperkirakan akan rendah, didukung oleh surplus neraca perdagangan sebesar 5,52 miliar dolar AS, melanjutkan capaian surplus pada triwulan sebelumnya sebesar 8,27 miliar dolar AS. Kinerja positif tersebut terutama ditopang oleh permintaan dari Tiongkok, AS, dan Jepang, serta kenaikan harga komoditas dunia. Peningkatan nilai ekspor tercatat pada sejumlah komoditas primer, seperti CPO dan bijih logam, serta sejumlah komoditas manufaktur, antara lain besi dan baja, kimia organik, dan kendaraan bermotor. Sementara itu, neraca modal diperkirakan akan mengalami surplus didukung oleh aliran modal masuk dalam bentuk penanaman modal asing dan investasi portofolio. Investasi portofolio pada triwulan I 2021 diperkirakan mencatat net inflow sebesar 5,43 miliar dolar AS. Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Maret 2021 tercatat sebesar 137,1 miliar dolar AS, setara dengan pembiayaan 10,1 bulan impor atau 9,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Ke depan, defisit transaksi berjalan diprakirakan tetap rendah yaitu sekitar 1,0%-2,0% dari PDB pada tahun 2021, sehingga mendukung ketahanan sektor eksternal ekonomi Indonesia. Berbagai langkah untuk memperkuat ketahanan eksternal terus dilakukan melalui peningkatan aliran masuk modal asing baik dalam bentuk Penanaman Modal Asing (PMA) maupun investasi portofolio dengan implementasi Undang Undang Cipta Kerja dan menjaga daya tarik aset keuangan domestik.
Dengan langkah-langkah stabilisasi Bank Indonesia, pergerakan nilai tukar Rupiah relatif terjaga, di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi. Nilai tukar Rupiah pada April 2021 (per 19 April) mencatat depresiasi 1,16% secara rerata dan 0,15% secara point to point dibandingkan dengan level akhir Maret 2021. Perkembangan nilai tukar Rupiah tersebut seiring dengan masih berlangsungnya ketidakpastian pasar keuangan yang kemudian menahan aliran masuk investasi portofolio asing ke pasar keuangan domestik. Dengan perkembangan ini, Rupiah sampai dengan 19 April 2021 mencatat depresiasi sekitar 3,42% (ytd) dibandingkan dengan level akhir 2020, relatif lebih rendah dari sejumlah negara berkembang lain, seperti Brazil, Turki, dan Thailand. Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya dan bekerjanya mekanisme pasar, melalui efektivitas operasi moneter dan ketersediaan likuiditas di pasar.
Inflasi tetap rendah sejalan permintaan yang belum kuat dan pasokan yang memadai. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Maret 2021 tercatat sebesar 0,08% (mtm) atau 1,37% (yoy). Inflasi inti tetap rendah sejalan dengan pengaruh permintaan domestik yang belum kuat, stabilitas nilai tukar yang terjaga, dan konsistensi kebijakan Bank Indonesia dalam mengarahkan ekspektasi inflasi pada kisaran target. Inflasi kelompok volatile food tetap terkendali meski meningkat seiring faktor cuaca. Inflasi kelompok administered prices juga tetap rendah sejalan dengan tidak ada penyesuaian baik tarif jalan tol maupun angkutan udara. Inflasi pada tahun 2021 diprakirakan tetap terkendali dalam sasaran 3,0%±1%. Ke depan, Bank Indonesia tetap berkomitmen menjaga stabilitas harga dan memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah melalui Tim Pengendali Inflasi (TPI dan TPID), guna mengendalikan inflasi IHK sesuai kisaran targetnya. Koordinasi dengan Pemerintah tersebut termasuk untuk mengendalikan inflasi pada bulan Ramadan dan Hari Raya Idulfitri 1442 H.
Sejalan dengan kebijakan moneter akomodatif Bank Indonesia dan sinergi dengan kebijakan fiskal Pemerintah untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional, kondisi likuiditas di perbankan dan pasar keuangan tetap longgar. Sejak tahun 2020, Bank Indonesia telah menambah likuiditas (quantitative easing) di perbankan sebesar Rp798,85 triliun (5,18% dari PDB), yang terdiri dari Rp726,57 triliun pada tahun 2020 dan sebesar Rp72,27 triliun pada tahun 2021 (hingga 16 April 2021). Sinergi ekspansi moneter Bank Indonesia dengan akselerasi stimulus fiskal Pemerintah terus diperkuat dengan pembelian SBN oleh Bank Indonesia di pasar perdana. Setelah pada tahun 2020 melakukan pembelian dari pasar perdana sebesar Rp473,42 triliun untuk pendanaan APBN 2020, pada 2021 Bank Indonesia melanjutkan pembelian SBN dari pasar perdana untuk pembiayaan APBN Tahun 2021 melalui mekanisme sesuai dengan Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia tanggal 16 April 2020, sebagaimana telah diperpanjang tanggal 11 Desember 2020, hingga 31 Desember 2021. Besarnya pembelian SBN di pasar perdana hingga 16 April 2021 sebesar Rp101,91 triliun, terdiri dari sebesar Rp28,33 triliun melalui mekanisme lelang utama dan sebesar Rp73,58 triliun melalui mekanisme Greenshoe Option (GSO). Kondisi likuiditas yang longgar pada Maret 2021 telah mendorong tingginya rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yakni 33,58% dan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang tinggi sebesar 9,20% (yoy). Dari besaran moneter, pertumbuhan besaran moneter M1 dan M2 pada Maret 2021 tetap terjaga, yakni sebesar masing-masing 10,8% (yoy) dan 6,9% (yoy).
Suku bunga kebijakan moneter yang tetap rendah dan likuiditas yang masih longgar mendorong suku bunga terus menurun. Di pasar uang, longgarnya likuiditas dan penurunan BI7DRR sebesar 150 bps sejak 2020 mendorong rendahnya rata-rata suku bunga PUAB overnight sekitar 2,79% selama Maret 2021. Di sektor perbankan, sejalan dengan dilakukannya kebijakan transparansi suku bunga, perbankan telah merespons dengan melakukan penurunan suku bunga dasar kredit (SBDK) per Februari 2021 sebesar 171 bps (yoy). Penurunan SBDK tersebut terutama terjadi pada kelompok bank BUMN yang turun sebesar 266 bps (yoy) menjadi sebesar 8,70%, lebih besar dibandingkan penurunan SBDK kelompok bank lainnya. Penurunan SBDK terjadi pada semua jenis kredit dengan penurunan terdalam masih pada jenis kredit Mikro yaitu 346 bps (yoy), meski masih merupakan jenis kredit dengan level SBDK tertinggi yaitu 12,72%. Sementara itu, penurunan SBDK yang terjadi pada jenis kredit Konsumsi KPR, Konsumsi Non KPR, Korporasi dan Ritel masing-masing adalah sebesar 194 bps, 193 bps, 139 bps dan 136 bps (yoy) menjadi 8,19%, 9,25%, 8,26% dan 8,84%. Penurunan SBDK secara industri terjadi pada seluruh komponen, yaitu pada Harga Pokok Dasar Kredit (HPDK) sebesar 120 bps (yoy), diikuti Overhead Cost (OHC) 31 bps (yoy) dan Margin Keuntungan 21 bps (yoy). Margin Keuntungan kelompok bank BUMN dan KCBA mengalami penurunan sebesar 88 bps dan 34 bps (yoy), sementara Margin Keuntungan BUSN dan BPD masih menunjukkan peningkatan sebesar 48 bps dan 2 bps (yoy) pada bulan Februari 2021.
Ketahanan sistem keuangan tetap terjaga, meskipun fungsi intermediasi perbankan masih perlu didorong. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan Februari 2021 tetap tinggi sebesar 24,52%, dan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah, yakni 3,21% (bruto) dan 1,04% (neto). Di tengah kondisi likuiditas yang longgar, intermediasi perbankan masih mengalami kontraksi sebesar 4,13% (yoy) pada Maret 2021. Sehubungan dengan itu, berbagai langkah penguatan terus dilakukan sejalan dengan sinergi antara otoritas, perbankan, dan dunia usaha untuk menjaga optimisme dan mengatasi permasalahan sisi permintaan dan sisi penawaran kredit/pembiayaan dari perbankan kepada dunia usaha. Dalam kaitan ini, Bank Indonesia terus menempuh kebijakan makroprudensial akomodatif dengan mempertahankan rasio CCB sebesar 0% dan rasio PLM sebesar 6%, dengan fleksibilitas repo sebesar 6%, serta menetapkan rasio PLM Syariah sebesar 4,5% dengan fleksibilitas repo sebesar 4,5%. Bank Indonesia juga terus memperkuat transparansi SBDK perbankan serta melanjutkan koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait untuk mendorong percepatan transmisi kebijakan moneter kepada suku bunga kredit perbankan dan meningkatkan kredit/pembiayaan kepada dunia usaha.
Transaksi Sistem Pembayaran baik tunai maupun nontunai termasuk digital payment tumbuh positif disertai pesatnya digitalisasi ekonomi dan keuangan. Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) pada Maret 2021 mencapai Rp782,7 triliun, tumbuh 7,61% (yoy). Di sisi lain, nilai transaksi pembayaran menggunakan kartu ATM, Kartu Debet, dan Kartu Kredit pada Maret 2021 tercatat Rp668,7 triliun, tumbuh 9,58% (yoy) sejalan dengan peningkatan aktivitas ekonomi. Transaksi ekonomi dan keuangan digital terus tumbuh tinggi sejalan dengan meningkatnya akseptasi dan preferensi masyarakat untuk berbelanja daring, meluasnya pembayaran digital dan akselerasi digital banking. Pertumbuhan tersebut tercermin dari nilai transaksi Uang Elektronik (UE) pada Maret 2021 sebesar Rp21,4 triliun, atau tumbuh 42,46% (yoy). Volume transaksi digital banking juga terus meningkat, pada Maret 2021 tumbuh 42,47% (yoy) mencapai 553,6 juta transaksi dan nilai transaksi digital banking yang tumbuh 26,44% (yoy) mencapai Rp3.025,6 triliun. Selanjutnya, mempertimbangkan akseptasi masyarakat, meningkatnya preferensi dan tren digitalisasi yang semakin meningkat, perkembangan teknologi, inovasi, serta perluasan ekosistem digital, Bank Indonesia melalui kebijakan sistem pembayaran terus mendorong akselerasi digitalisasi ekonomi dan keuangan digital yang inklusif dan efisien, antara lain dengan pengembangan fitur QRIS. Sosialisasi dan edukasi terkait QRIS terus diperkuat dari sisi supply dan demand. Sebagai persiapan menyambut Hari Raya Idulfitri, Bank Indonesia memastikan kesiapan operasional, kelancaran, keamanan, dan keandalan Sistem Pembayaran yang diselenggarakan Bank Indonesia maupun Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran, serta mendorong penggunaan transaksi nontunai yang cepat, mudah, murah, aman, dan handal. Selain itu, Bank Indonesia juga memperluas layanan kas khususnya penukaran uang oleh perbankan serta edukasi Rupiah kepada masyarakat terutama pada bulan Ramadan dalam rangka mengakselerasi program Cinta Bangga dan Paham Rupiah. [***]
ril