MENTERI Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa stabilitas sistem keuangan untuk Triwulan III-2021 berada dalam kondisi normal, seiring dengan penurunan signifikan dari kasus COVID-19.
“Pemulihan ekonomi dunia terus berlanjut meskipun menghadapi risiko terjadinya gelombang baru COVID-19. Dan juga ada risiko dalam bentuk global supply disruption,” ujar Menkeu, dalam keterangan bersama Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa, kemaren. Menkeu, Gubernur BI, Ketua Dewan Komisioner OJK, dan Ketua Dewan Komisioner LPS menyepakati komitmen bersama untuk memperkuat sinergi dari keempat lembaga tersebut dalam menjaga dan mendukung momentum pemulihan ekonomi, dan terus berkomitmen menjaga stabilitas sistem keuangan.
Dilansir dari Setkab.go.id, Menkeu menyebut, munculnya varian delta dan perubahan mutasi yang lain menjadi faktor risiko terbesar di tengah ketimpangan distribusi vaksin di seluruh dunia. Di sisi lain global supply disruption yang ternyata lebih panjang dari yang diperkirakan telah menimbulkan kenaikan harga energi akibat keterbatasan suplai mulai memicu tekanan inflasi di sejumlah negara. Menkeu mencatat inflasi Amerika Serikat (AS) berada pada kisaran 5,4 persen dalam empat bulan terakhir.
Menurut Menkeu, ini adalah tingkat yang sangat tinggi untuk ukuran ekonomi AS. Di sisi lain, di Uni Eropa juga terlihat tren yang sama di mana inflasi pada bulan September 2021 mencapai 3,4 persen.
“Permasalahan supply disruption yang lebih panjang dan masih tingginya ketidakpastian perkembangan COVID-19 yang sekarang meningkat di berbagai belahan dunia terutama negara-negara empat musim telah mendorong OECD dan IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2021,” lanjutnya.
OECD menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia dari 5,8 persen pada bulan Mei yang lalu direvisi menurun menjadi 5,7 persen. Sedangkan IMF merevisi proyeksi ekonomi dunia yang pada bulan Juli yang lalu adalah 6,0 persen menjadi 5,9 persen. Meskipun dengan kondisi dunia yang juga mengalami tantangan, Menkeu menekankan bahwa pemulihan ekonomi Indonesia terus berlanjut.
Ini didukung oleh keberhasilan penanganan COVID-19 terutama saat terjadi lonjakan kasus akibat varian Delta pada Juni 2021, namun kasus harian COVID-19 secara bertahap menunjukkan penurunan sejak awal Agustus 2021.
Perkembangan penanganan yang positif ini mendorong pelonggaran pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat, sehingga aktivitas ekonomi juga secara bertahap menunjukkan pemulihan. “Pulihnya aktivitas ekonomi dapat dilihat dari beberapa indikator yang bisa direkam hingga September 2021 yang menunjukkan adanya tren perbaikan, antara lain Purchasing Managers’ Index atau PMI Manufaktur yang kembali telah masuk pada zona ekspansif yaitu pada level 52,2. Kita juga melihat indikator mobilitas penduduk meningkat, indeks belanja masyarakat, penjualan kendaraan bermotor, penjualan semen, serta konsumsi listrik di sektor industri dan bisnis yang menunjukkan ekspansi. Sementara itu, laju inflasi tetap terkendali di level 1,6 persen year on year,” jelas Menkeu.
Dari sisi eksternal, Menkeu menyebut bahwa surplus neraca perdagangan masih terus berlanjut. Hingga bulan September 2021, surplus neraca perdagangan mencapai 4,37 miliar Dolar Amerika Serikat (AS) untuk bulan September dan secara kumulatif Januari-September surplus neraca perdagangan mencapai 25,07 miliar Dolar AS.
Menkeu juga mengatakan bahwa posisi cadangan devisa Indonesia berada pada tingkat 146,87 miliar Dolar AS atau setara dengan 8,9 bulan impor barang dan jasa. “Perkembangan yang sangat positif ini tidak terlepas dari upaya-upaya penguatan dan sinergi serta koordinasi kebijakan antara pemerintah bersama-sama dengan Bank Indonesia, OJK, dan LPS di dalam rangka kita bersama-sama terus menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendorong serta mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional,” tegas Menkeu.(***)