SUMSELTERKINI.CO.ID, JAKARTA – Perusahaan penyedia jasa transportasi daring seperti Go-jek dinilai sangat matang dalam memberikan kesejahteraan kepada pengemudinya, /mitra, sehingga perusahaan ini jarang bergejolak melakukan demo.
Kalau pun ada masalah itu tidak sampai membuat protes keras kepada manajemen Go-Jek. Memang diakui Go-jek merupakan perusahaan daring pertama di Indonesia sebagai perusahaan penyedia jasa trasportasi daring menggunakan aplikasi.
Perusahaan tersebut merupakan bikinan asli anak bangsa yang telah membumi di Negeri sendiri, bahkan juga telah berekspansi ke luar Negeri, salah satunya Vietnam.
Pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia, Harryadin Mahardhika, menilai, skema bisnis yang diterapkan Go-Jek sangat baik ketimbang kompetitornya, seperti Grab.
Go-jek mulai bergeser dan tidak lagi mengejar akuisisi konsumen baru.”Ini membuat penyesuaian tarifnya bisa tetap menjamin kesejahteraan mitra pengemudi,” kata Harryadin Mahardhika dalam keterangan yang diterima di Jakarta, akhir pekan ini.
Mereka mengajukan tuntutan mulai dari skema penarifan, perjanjian kemitraan yang terbuka atau transparan, serta protes terhadap penghentian operasional sementara aplikasi pada pengemudi.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa apa yang dilakukan Go-Jek saat ini lebih kepada upaya mencapai keseimbangan bisnis. Artinya, penerapan tarif dari berbagai layanan yang keuntungannya besar dialihkan perusahaan untuk menjaga pendapatan mitranya.
“Tarif yang ada tidak mengorbankan pendapatan mitra pengemudi dan tetap stabil,” katanya.
Kondisi itu, tegasnya, sedikit berbeda dengan yang dihadapi oleh bisnis Grab di Indonesia.
“Grab bisa dibilang sebagai penantang masih memikirkan bagaimana mendapatkan sebanyak mungkin pelanggan atau pengguna baru dengan menerapkan harga kompetitif atau di bawah Go-Jek,” tambah Harryadin.
Ia berpendapat, tarif murah ini tentu berpengaruh pada pendapatan pengemudi Grab. Karena alokasi subsidi harga lebih banyak dikeluarkan supaya konsumen dapat harga lebih murah, tetapi punya kecenderungan mengorbankan pendapatan mitra pengemudi jadi lebih kecil.
Namun, Harryadin juga melihat perlu adanya upaya penyesuaian harga antara perusahaan penyedia aplikasi transportasi dengan konsumen supaya bisnis ini tetap eksis.
Oleh karena itu, dia mengusulkan agar skema penerapan harga ini perlu dicari bentuk terbaiknya supaya mitra pengemudi mendapatkan keuntungan yang sepadan dan perusahaan juga tetap bisa kuat.
“Terutama untuk lini kendaraan roda empat ya. Kita bisa lihat skema menghamburkan banyak promo dengan mengorbankan pendapatan pengemudi malah membuat Uber angkat kaki dari Asia Tenggara,” tutup Harryadin.[**]
Penulis : Antara