PERAYAAN HUT ke-66 PT Pusri Palembang di Kampung Sehati, Kamis (4/12), berubah menjadi semacam festival bakat dadakan saat warga dari empat kelurahan tampil all-out dalam Lomba Kampung Sehati. Mulai dari Syarofal Anam, lomba masak, hingga yel-yel, semuanya disajikan dengan gaya khas kampung: spontan, heboh, dan penuh kejutan yang bikin penonton geregetan sekaligus ngakak.
Suasana makin pecah saat Direktur Utama PT Pusri Palembang, Maryono, hadir langsung, rencana awalnya mungkin hanya melihat-lihat, tapi dalam lima menit ia sudah tersenyum terus menandakan bahwa acara berlangsung lebih seru dari laporan resmi mana pun.” Kegiatan seperti ini mengalirkan energi positif antara Pusri dan masyarakat,” ujarnya sambil manggut-manggut mengikuti nada rebana yang kadang pas, kadang pasrah.
Gelaran Syarofal Anam menjadi pembuka yang tak hanya memamerkan harmoni suara, tapi juga ketegangan seru antara “nada ingin teratur” dan “rebana ingin merdeka”.
Salah satu penabuh terlihat memukul lebih cepat dari yang lain, tapi bukannya merusak suasana, justru bikin penonton bilang, “Nah, itu baru gaya kampung kami!”
Lanjut ke lomba masak, aroma tumisan langsung mengisi halaman. Drama kecil tentu ada, kompor kehabisan gas, bumbu jatuh, dan plating yang niat tapi bingung VP TJSL Pusri, Alde Dyanrini, sampai tertawa saat melihat kreativitas para peserta. “Ini bukan sekadar lomba masak, tapi lomba bagaimana tetap tenang saat gas habis,” selorohnya.
Puncak keributan paling positif datang dari lomba yel-yel. Dari awal sudah jelas, suara tak harus merdu, yang penting percaya diri. Salah satu kelompok tampil dengan yel-yel yang volumenya selevel toa masjid penonton sampai meringis sambil tertawa. Tapi begitulah karakter warga Kampung Sehati: kalau semangat sudah naik, nada otomatis jadi penonton.
Acara ini bukan cuma soal panggung dan hadiah. Selama berlangsungnya rangkaian lomba, terlihat betul bagaimana warga dan perusahaan saling menyapa tanpa batas.
Maryono beberapa kali berhenti sekadar menyalami peserta, sementara jajaran Pusri ikut mencoba masakan warga (meski beberapa terlihat ragu sebelum suapan pertama).
Warga juga menunjukkan solidaritas yang jarang muncul di tempat lain. Saat kompor tim Sungai Selayur kehabisan gas, peserta dari 1 Ilir langsung meminjamkan kompor sambil bercanda, “Kalau menang bagi bolunya ya!”. Everything competitive, but tetap gotong royong itulah rasa kampung yang tidak bisa dibuat-buat.
Kegiatan ini memberi ruang bagi warga menunjukkan potensi yang selama ini mungkin tidak terlihat. Di luar acara, mungkin mereka sibuk bekerja, mengurus rumah, atau mencari nafkah. Di panggung Kampung Sehati, mereka berubah jadi penyanyi, juru masak, hingga motivator lewat yel-yel.
Alde menyebut, “Lomba Kampung Sehati adalah wadah untuk memperkuat hubungan Pusri dan masyarakat. Kami ingin tumbuh bersama mereka, bukan sekadar berdampingan”. Pernyataan itu juga dirasakan warga yang terlihat menikmati momentum ini sebagai ajang kebersamaan, bukan sekadar kompetisi.
Dari tabuhan rebana sampai aroma masak-masakan, dari suara pecah sampai tawa pecah, semuanya menyatu menjadi warna tersendiri dalam perayaan HUT Pusri. Satu hal terbukti warga benar-benar punya bakat tinggal diberi panggung, langsung meledak.
Acara ini menunjukkan bahwa hubungan perusahaan dan masyarakat tak harus formal. Kadang cukup panggung, tenda, dan lomba yang bikin semua orang lupa status.
Lomba Kampung Sehati bukan hanya bagian dari HUT ke-66 Pusri, tapi juga cermin bahwa pembangunan sosial tidak selalu lewat program besar. Terkadang cukup lewat tawa, masakan, dan yel-yel yang kerasnya mengalahkan toa.
Kalau tahun depan acara ini diadakan lagi, sepertinya warga siap tampil lebih ekstra dan siapa tahu direktur kembali terkesima, mungkin kali ini sampai berdiri memberi standing ovation.[***]