Kejaksaan tinggi (Kejati) Sumsel telah menerbitkan sprindik perkara dugaan tindak pidana korupsi di PT Pusri menurut info dari sumber di Kejati Sumsel. Penyidik Kejati Sumsel menduga adanya tindak pidana korupsi tahun anggaran 2016 – 2019.
Info dari Kejati Sumsel ini senada dengan pernyataan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung “Supardi” kepada awak media (24/8/21) yang menyatakan Kejagung sudah memanggil sejumlah saksi baik internal PT Pupuk Indonesia maupun eksternal untuk diklarifikasi keterangannya mengenai kasus dugaan korupsi di Holding PT Pupuk Indonesia. “Kasus itu sedang kami selidiki. Masih tahap penyelidikan. Pokoknya on progress,” kata Supardi di Kejaksaan Agung, Selasa (24/8/2021).
Diketahui, kasus tersebut bermula sejak surat perintah penyelidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus nomor : Print-07/M.2/Fd.1/03/2021 tanggal 18 Maret 2021 dikeluarkan. Penyidik menduga adanya tindak pidana korupsi tahun anggaran 2016 – 2019.
Menanggapi dugaan korupsi di PT Pusri, pegiat anti korupsi Sumsel “Ir Feri Kurniawan” menjelaskan, “dugaan korupsi di PT Pusri terkait penjualan pupuk non subsidi telah lama disidik Kejati Sumsel dan mungkin saja terkait dengan penyidikan Kejagung perkara dugaan korupsi di PT Pupuk Indonesia yang merupakan Holding pabrik pupuk milik pemerintah termasuk juga PT Pusri”, jelas Feri.
“Banyak hal yang menjadi pertanyaan masyarakat kepada PT Pusri yang menjual Pupuk non subsidi 1,4 juta ton pertahun periode 2016 – 2019 terkait masalah harga di bawah harga penjualan terendah namun masih menguntungkan PT Pusri”, terang Feri selanjutnya.
“Selain itu juga masalah pembangunan Pusri IIB oleh PT Rekind yang diduga menyalahi kontrak sehingga Subkon PT Rekind yaitu PT Gatramas Internusa (PT GI) gagal bayar ke Bank Sumsel Babel dan di vonis bersalah dengan hukuman 8 (delapan) tahun penjara dan uang pengganti Rp. 13,4 milyar” papar Feri kepada awak media.
“Kembali masalah penjualan pupuk non subsidi periode 2016 – 2019, kami menduga nilai kerugian negara puluhan milyar dan bahkan mungkin ratusan milyar rupiah bila selisih harga hanya senilai Rp. 50 per kg saja”, ucap Feri kurniawan.
“Hitungan – hitungan dengan kalkulasi biasa dengan selisih harga Rp. 50 per kg maka potensi tindak pidana korupsi pertahun adalah 1.400.000 X 1.000 X Rp. 50 maka ada Rp. 70 milyar masuk kantong oknum apalagi kalau selisihnya lebih besar”, jelas Feri dengan tertawa – tawa.
Lain lagi dengam pernyataan Koordinator Baretta Sumsel Bony Balitong, “sebaiknya Erick Tohir rombak seluruh direksi PT Pupuk Indonesia untuk memperbaiki kinerja Holding pupuk Indonesia tersebut”, jelas Bony Al Balitong.
“Kami berharap Kejaksaan Agung tidak setengah hati tindak lanjuti dugaan mega korupsi ini karena petani yg membeli pupuk subsidi harusnya mendapat discount harga untuk kesejahteraan petani”, pungkas Bony Al Balitong akhiri komentarnya.(nasir)