KEPALA Badan Restorasi Gambut (BRG) Nazir Foead yakin perbaikan tata kelola ekosistem gambut bisa lebih efektif diimplementasikan di periode pemerintahan mendatang. Ini dimungkinkan karena inovasi pemetaan ekosistem gambut yang dikeluarkan oleh Badan Informasi Geospasial telah diakui oleh NASA, European Space Agency, pakar gambut dunia serta nasional. “39 peta Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) skala 50.000 atau lebih telah dihasilkan pada 2019 ini dengan metode tersebut, yang akan menjadi fondasi perbaikan tata kelola ekosistem gambut di 2020. Dan akan ada 80 peta KHG lagi yang dibuat tahun depan,” ungkap Nazir dalam keterangan persnya di Jakarta, kemarin.
Kanal-kanal dan sekat yang telah dibangun perlu ditata ulang sehingga bisa berfungsi maksimal dalam menjaga kelembaban gambut. Air terkumpul optimal di musim hujan di kubah gambut dan di kanal- kanal tersekat. Tata kelola air dijalankan dengan prinsip berbagi air secara adil di KHG. “Semua pihak yang menjadi pengelola kubah dan kanal tersebut perlu bergerak selangkah seirama, dengan perancangan yang didasarkan pada peta skala besar,” lanjut Nazir.
Penyederhanaan birokrasi dan koordinasi, sesuai perintah Presiden, dapat meningkatkan kecepatan implementasi program termasuk kegiatan pemantauan kelembaban gambut agar tindakan koreksional bisa segera diambil sebelum kerusakan gambut semakin parah.
BRG telah mengembangkan sistem informasi PRIMS yang memberikan input setiap 8 hari atas indikasi kerusakan gambut, dan bahkan update data tinggi muka air gambut setiap jam.
Sejalan dengan upaya perbaikan tata kelola ekosistem gambut, BRG percaya transformasi model ekonomi eksploitatif menjadi model ekonomi berkelanjutan, yang cocok dengan fungsi ekosistem gambut, akan dapat berjalan dengan secara sinergis.
Tak kalah pentingnya, tambah Nazir, salah satu agenda utama pemerintah mendatang dalam penguatan SDM juga perlu mencakup kapabilitas berbagai pihak dalam pengelolaan ekosistem gambut. “Dalam hal ini BRG akan terus meningkatkan kapabilitas pengelolaan ekosistem gambut di tingkat tapak yang melibatkan pemerintah daerah, petani, perusahaan, dan akademisi maupun pakar,” pungkasnya dalam keterangan rilis Badan Restorasi Gambut
Republik Indonesia diterima redaksi ST semalam.[**]
Penulis : one