Sumselterkini.co.id, – Di tengah badai perubahan iklim yang bagaikan angin topan memporak-porandakan seluruh dunia, Indonesia, sebagai negara kepulauan yang terhampar di garis khatulistiwa, tak bisa cuma mengandalkan doa dan berharap hujan datang dengan tenang, senin [5/5/2025].
Seperti kita tahu, Indonesia ini bak rumah yang nggak cuma dindingnya bocor, tapi juga atapnya jebol kena dampak iklim, mulai dari gelombang panas yang bisa bikin telapak kaki gosong, hingga wabah penyakit yang datang seperti tamu tak diundang di tengah makan siang. Nah, untuk menghadapi semua itu, ada satu senjata pamungkas yang disiapkan oleh pemerintah teknologi.
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Nezar Patria, kemarin bilang kalau teknologi bakal jadi perisai kita, seperti tameng dari baja yang bisa menangkis segala ancaman dari iklim.
Ia menjelaskan, kalau kecerdasan artifisial (AI) yang saat ini makin pintar itu, bukan hanya bisa bikin kita gampang order makanan atau ngecek cuaca, tapi juga bisa jadi penolong ketika ancaman kesehatan datang dari segala penjuru. Teknologi ini bisa jadi seperti teman yang selalu siap membantu, meski nggak bisa diajak nongkrong bareng.
Salah satu contohnya adalah penggunaan AI dalam merumuskan kebijakan berdasarkan data yang lebih akurat dan ilmiah. Di saat kita kebingungan menghadapi wabah malaria yang pada tahun 2022 lalu mencatat lebih dari 443.000 kasus, teknologi justru bisa memberikan jawaban, bukan cuma bikin kita bingung kayak nonton film horor tanpa subtitel.
“Teknologi itu seperti GPS di dunia digital,” kata Nezar. “Bukan cuma membantu kita menemukan jalan, tapi juga memberi arah agar kita nggak salah langkah, terutama dalam menghadapi dampak perubahan iklim yang merugikan.
” Gimana nggak, proyek ekonomi kesehatan terkait perubahan iklim bisa menggerus Indonesia sampai 1,89% dari PDB, yang artinya kalau kita nggak bergerak, bisa-bisa dompet negara kita cuma bisa dipakai buat beli es batu doang, lho!
Dengan adanya teknologi, termasuk pemantauan kesehatan jarak jauh, Nezar optimis kita bisa mengurangi dampak bencana kesehatan. Bayangkan aja, kalau ada yang terserang wabah atau bencana, kita bisa tetap kasih perawatan yang oke meski lagi nggak di rumah sakit, berkat inovasi digital. Jadi, daripada bingung mencari obat di tengah keadaan darurat, kita bisa mendapatkan perawatan lebih cepat dan tepat.
Selain itu, Nezar juga mengungkapkan dukungannya terhadap E-WARS, sistem peringatan dini yang terintegrasi dengan kecerdasan buatan. Ini bukan cuma soal memberi tahu ada bencana, tapi juga soal mempercepat respon dan meminimalkan kerusakan. Seperti kata pepatah, “Siapa cepat, dia dapat.” Dan di dunia yang penuh ancaman perubahan iklim ini, yang cepat dan tepat pasti menang!
Bukan hanya pemerintah, Nezar mengajak semua pihak untuk bekerjasama. Mulai dari Kementerian Kesehatan, BMKG, BNPB, hingga KORIKA, yang semuanya punya peran penting dalam menghadapi ancaman ini.
Melalui kolaborasi ini, ia berharap bisa muncul solusi yang lebih cerdas dan terintegrasi, sehingga Indonesia bisa menghadapi perubahan iklim dengan kepala tegak, bukan cuma becanda dan berharap hujan turun dengan damai.
Kesimpulannya, kalau kita terus berlarut-larut dalam kesulitan tanpa mencoba berinovasi, sama saja seperti orang yang menunggu hujan tanpa membawa payung. Dengan memanfaatkan teknologi, kita bisa mengubah badai ini menjadi peluang. Seperti pepatah, “Badai pasti berlalu, tapi kalau kita sudah siap dengan payung, kita bisa tetap nyaman walau hujan datang.”
Jadi, yuk, manfaatkan kecerdasan digital untuk melindungi kesehatan kita dan menjadikan Indonesia lebih siap menghadapi perubahan iklim yang semakin tak terhindarkan ini.[***]