Palembang Terkini

Banjir, Bukan Sekedar Nunggu ‘Kering’, Tapi Butuh Tata Kelola

ist

Sumselterkini.co.id, – Kalau kita ngomongin banjir, rasanya tuh kayak nungguin seseorang yang udah janji bakal balik tapi nggak pernah datang. Gimana nggak, tiap musim hujan, air yang kebanyakan itu selalu jadi “tamu tak diundang” yang datang ngacauin rumah orang. Apalagi di Palembang, kota yang terkenal dengan Sungai Musi-nya, eh, malah kebanjiran juga, tuh. Tapi jangan khawatir, karena Gubernur Herman Deru dan Wali Kota Palembang, H Ratu Dewa, udah kayak pahlawan super yang nggak pernah mau kalah sama musim hujan.

Baru-baru ini, keduanya lagi ngelakuin tinjauan langsung ke Stasiun Pengendali Banjir Sungai Bendung di Palembang, yang tempatnya ada di kawasan Jalan Ali Gatmir. Coba bayangin aja, beneran deh, kayak jadi ahli bencana yang harus ngadepin banjir tanpa bisa pawang hujan. Eh, tapi setelah cek lapangan, mereka ngerasa kalau meski alatnya udah oke, retensinya masih “kurang luas” alias masih ada titik-titik yang kebanjiran. Ya, namanya juga masalah kompleks, nggak bisa cuma diselesaikan dengan modal cekrek-cekrek foto terus bilang “selesai”.

Tapi yang bikin ngakak, Pak Herman Deru ngomong gini, “Pak Wali ini udah kerja keras sampe tengah malam, yaudah lah saya bantu juga turun tangan. Kerjaan begini nggak bisa diselesain kalau cuma Pak Wali aja yang kerja.” Nah, bayangin kalau beneran cuma Wali Kota yang kerja, bisa-bisa airnya malah ngacir ke rumah tetangga, kan!

Kalau menurut saya, sih, masalah banjir ini lebih mirip kayak masalah cinta yang ngambek, susah ditangani kalau cuma main perasaan. Gitu deh, semisal di kota lain, kayak Jakarta atau Surabaya, yang udah sering terima tamu “banjir” juga, mereka udah mulai ngerti kalau urusan tata ruang dan tata kelola sungai itu nggak bisa main-main. Bahkan, Jakarta, dengan segala megaproyeknya, sempat bikin proyek “Giant Sea Wall” buat mencegah rob yang udah kayak gelombang cinta yang nggak pernah berhenti.

Rotterdam yang terkenal dengan sistem pengendalian banjir berbasis teknologi canggih dan infrastruktur yang sudah terintegrasi, Palembang harus mengikuti jejak kota-kota ini dalam menyelesaikan masalah banjir. Jakarta, dengan segala proyek besar dan kebijakan penataan ruangnya, pun berupaya mengatasi banjir yang menjadi masalah klasik kota metropolitan ini. Rotterdam, di sisi lain, sudah lama dikenal dengan penggunaan sistem tanggul dan bendungan untuk menahan air pasang laut, serta inovasi-inovasi hijau seperti taman air yang bisa menyerap air hujan. Ini adalah contoh konkret bahwa banjir bukan hanya soal infrastruktur besar, tapi juga soal inovasi dan pengelolaan ruang kota yang cerdas.

Gubernur Herman Deru, yang udah kayak detektif banjir ini, juga nyaranin buat bikin stasiun pengendali banjir baru di daerah Sungai Buah. Lokasinya yang lebih luas ini, diharapkan bisa jadi tempat nahan air yang lebih besar, kayak ngumpulin hati-hati yang lagi kecewa dan butuh penampungan.

Pak Herman, dengan gaya khasnya, bilang, “Pak Wali, tolong dipercepat desainnya, biar nggak terjebak di macetnya ide.” Intinya, memang nggak bisa terburu-buru, tapi kalau nggak diselesaikan, ya, bisa-bisa Palembang jadi kebanjiran cerita yang nggak pernah selesai.

Tapi ya, harus diakui juga, kalau kolam retensi yang ada di Simpang Polda itu, sering kali meluap. Kayak hati yang udah terlalu penuh dengan perasaan. Gak bisa menampung lebih banyak lagi! Makanya, Wali Kota Ratu Dewa ngajukan ide untuk perluasan, supaya bisa menampung lebih banyak lagi. “Bukan cuma retensi air, tapi juga retensi emosi,” mungkin itu yang bisa jadi slogan baru!

Apalagi kalau ngomongin masalah sampah, udah kayak utang yang nggak kunjung dibayar, nggak beres-beres. Sampah yang dibuang ke sungai itu nggak cuma bikin banjir, tapi juga ngerecokin ekosistem yang udah rapih di tata. Jangan sampai Palembang jadi contoh kota yang “banjir” sampah, kan? Hati-hati deh, kalau nggak mau setiap musim hujan jadi kayak kisah cinta lama yang nggak pernah kelar.

Intinya, penanggulangan banjir di Palembang bukan hanya soal pembangunan infrastruktur, tapi juga soal kesadaran dan kebersamaan. Ini tentang bagaimana kita bisa bekerja sama, mengelola sumber daya dengan bijak, dan tentunya menjaga lingkungan agar tidak menjadi beban di masa depan. Seperti halnya dalam hubungan, kalau cuma satu pihak yang berusaha, ya jangan berharap semuanya akan berjalan lancar. Jadi, mari kita semua bergotong royong, karena banjir yang terus datang ini nggak akan reda hanya dengan menunggu. Kita yang harus beraksi!

Jadi, mari kita semua belajar dari Palembang, jangan cuma nunggu air surut, tapi juga harus “nyelametin” tata kelola dan kesadaran masyarakat. Kalau nggak, ya, bisa-bisa kita semua terjebak dalam banjir keluhan yang nggak berujung!.[***]

Terpopuler

To Top