Sumselterkini.co.id,Jakarta – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menilai sejauh ini Indonesia masih belum banyak melakukan eksplorasi riset laut dalam, padahal potensi laut dalam di perairan Indonesia sangat seksi untuk menjadi objek riset.
Kepala Pusat Riset Laut Dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Indah Suci Nurhati mengatakan laut dalam itu sangat menarik untuk dieksplorasi, karena kehidupan di laut dalam masih belum banyak terkuak.
“Kalau di luar negeri mereka sudah bisa menciptakan enzim untuk obat sehingga risetnya menarik dan berdampak. Di sini kita masih banyak belum mengetahui, karena untuk mencapai laut dalam saja kita masih belum bisa. Maka dari itu, kita masih mengarahkan riset kita ke situ,” ungkap Intan dalam acara podcast “Di Atas Meja Makan”, kemarin.
Oleh sebab itu, maka Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) membentuk Pusat Riset Laut Dalam yang berada di bawah Organisasi Riset Kebumian dan Maritim. “Riset laut dalam itu tujuannya untuk mengetahui, memanfaatkan dan menyelamatkan potensi biodiversitas yang berada di laut dalam,” ujarnya.
Laut dalam sendiri, kata Intan, merupakan laut yang memiliki kedalaman 2000 meter. Sehingga sangat sedikit cahaya matahari yang masuk, dan memiliki tekanan yang tinggi. Hal ini yang menjadi tantangan tersendiri untuk melakukan riset di laut dalam. “Mayoritas laut kita itu justru laut dalam, yang sebenarnya masih belum banyak tereksplorasi, karena memang butuh effort yang lebih besar untuk melakukannya,” katanya.
Menurutnya, dengan melakukan riset laut dalam, maka akan banyak pengetahuan untuk memanfaatkan nilai ekonomi yang bisa dikembangkan termasuk juga upaya menjaga eksosistemnya supaya tidak rusak atau punah. “Banyak enzim yang belum kita temukan, karena ternyata biodiversitas yang hidup di wilayah ekstrim ini ternyata juga banyak yang menghasilkan enzim yang kita butuhkan untuk pangan, kesehatan dan obat,” ulasnya.
Maka dari itu, Intan menyebutkan bahwa ada tiga riset yang dilakukan oleh Pusat Riset Laut Dalam. Pertama, riset mengenai lingkungan untuk mengetahui dan memahami tentang dinamika kehidupan di lau dalam. Termasuk juga arus airnya, tekanannya, dan sebagainya.
Kedua, riset mengenai bioprospeksi laut, sebagai upaya secara ilmiah untuk mencari dan mengeksplorasi sumber biologi dan genetik lokal yang bertujuan untuk membawa biodiversitas menjadi produk komersial. Termasuk dalam pencarian dan pemanfaatan ventilasi hidrothermal, hingga lokasi lingkungan yang unik dan ekstrim.
Ketiga, riset mengenai konektivitas antara laut dalam, pesisir pantai, dan juga daratan. Di mana, memiliki hubungan yang berantai dan saling berpengaruh satu sama lain. “Perubahan yang terjadi di laut dalam itu datangnya dari atas laut seperti dari pesisir, jadi permasalahan di laut dalam tidak bisa lepas dari polusi yang terjadi di pesisir dan daratan, termasuk juga adanya misalnya plastik yang membuat ekosistem laut dalam menjadi rusak,” ulasnya.
Maka dari itu, dalam melakukan riset, pihaknya tidak hanya fokus pada aspek sains-nya saja. Akan tetapi juga berkolaborasi dengan displin ilmu yang lainnya, misalnya dari biologi dan juga, peran perempuan di Indonesia dalam memproduksi ilmu pengetahuan khususnya riset laut dalam. “Makanya kita membuat srikandi laut dalam,” ucapnya.
Untuk melakukan riset laut dalam, Intan menyebutkan perlu adanya dukungan teknologi dalam memudahkan pengambilan data sample. Hal ini karena laut dalam butuh peralatan khusus. BRIN sendiri memiliki armada kapal riset yang digunakan untuk pelayaran oseanografi.
“Kita harapkan investasi untuk kapal riset bisa lebih dari itu, jadi ke depan kapal riset bisa menurunkan alat seperti kamera untuk dapat mengambil data laut dalam. Dengan adanya teknologi alat dan kamera untuk melihat kehidupan di laut dalam ini kita bisa mendapat perspektif yang berbeda daripada dengan membawa biodiversitas laut dalam ke atas permukaan laut,” pungkasnya.[***]