HASIL panen yang semakin menurun sebagai akibat dari menurunnya kesuburan tanah dan penggunaan bahan kimia/sintetis yang terus menerus menjadi masalah klasik di dunia pertanian dan itu memang sudah menjadi tradisi bagi petani.
Hal ini tidak terlepas dari kebiasaan para petani dalam penggunaan pupuk dan pestisida berbahan kimia dalam proses budidaya.
Alasan para petani selama ini adalah pupuk dan pestisida berbahan kimia mudah didapat, aplikasinya lebih praktis, hasilnya lebih cepat dilihat.
Dan ditambah lagi dengan rendahnya pengetahuan petani dalam memanfaatkan bahan yang berasal dari alam dan lingkungan sekitar yang bisa dimanfaatkan sebagai pupuk dan pestisida yang tepat dalam budidaya usaha tani.
Hermanto dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) DIY menegaskan bahwa untuk menjaga kesuburan tanah dan kelestarian lingkungan, saat ini petani dituntut untuk meningkatkan produktivitasnya dengan melaksanakan pertanian ramah lingkungan dan cara yang bersahabat dengan alam.
Upaya meningkatkan produktivitas usaha tani yang ramah lingkungan adalah dengan mengurangi polusi atau tercemarnya lingkungan akibat penggunaan bahan kimia yang secara terus menerus dalam waktu lama.
Solusinya adalah dengan memanfaatkan musuh alami dari OPT (organisme pengganggu tanaman) dan penggunaan bahan alam yang ada di sekitar kita dan sifatnya tidak merusak lingkungan.
“Diantaranya dengan membuat agensi hayati,” kata Hermanto saat memberi pengantar pada pelatihan Sosialisasi Agensi Hayati yang ditujukan kepada gabungan kelompok tani (Gapoktan ) Donomakmur di Padukuhan Suruh, Kalurahan Donoharjo, Kapanewon Ngaglik, Kabupaten Sleman, Kamis (2/6/2022).
Pemanfaatan agensi hayati ini adalah dengan cara memanfaatkan musuh alami dari organisme pengganggu tanaman (OPT) yang menyerang komoditas pertanian yang disebut dengan Agen Pengendali Hayati (APH).
“Disebut pangendali karena organisme tersebut memang harus ada untuk menjaga keseimbangan ekosistem, hanya saja jumlahnya dibatasi. Bukan memberantas yang sifatnya menghabiskan semua organisme yang ada di lingkungan tersebut,” kata Hermanto.
Pelatihan Pemberdayaan Petani dalam Pemasyarakatan Pengendalian Hama Tanaman ini dibagi ke dalam beberapa tahapan kegiatan diantaranya eksplorasi, isolasi, perbanyakan, aplikasi, dan evaluasi.
Eksplorasi adalah mencari, menemukan, dan mengumpulkan bahan yang diperoleh dari alam sekitar misalnya cendawan trikoderma untuk mencegah layu tanaman dan beauveria bassiana sebagai pengendali hama walang sangit.
Kemudian dari bahan tersebut diisolasi atau ditanam pada media PDA (Potato Dextrose Agar) selanjutnya dilakukan perbanyakan menggunakan media yang telah disediakan.
Tahapan berikutnya adalah pengaplikasian APH di lapangan yang kemudian dilakukan evaluasi terhadap efektifitas penggunaan APH tersebut.
Dari hasil perbanyakan tersebut selain bermanfaat untuk pengendalian OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) di lingkungan pertanian setempat, juga bisa dipergunakan oleh petani di lain daerah.
Riski Pradana dari Balai Proteksi Tanaman Pertanian, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY sebagai pemateri juga menyampaikan bahwa selain Agensi Pengedali Hayati /APH nantinya akan dikenalkan.
Juga pembuatan Pestisida Nabati, PGPR (Plant Growth Promoting Rhizotobacteria), Bumbung Konservasi untuk mengembangkan parasitoid sebagai pengendali hama penggerek batang padi, dan pembuatan pupuk organik menggunakan MOL (Mikroorganisme Lokal).
Dengan pelatihan ini diharapakan Gapoktan Donomakmur menjadi pionir dalam penggunaan APH untuk budidaya pertanian.
“Dan mempunyai kesempatan memasarkan hasil pelatihan ini ke pihak lain yang masih terbuka lebar peluangnya karena pertanian organik saat ini sedang naik daun apalagi didukung oleh meningkatnya kesadaran para petani dalam upaya pelestarian lingkungan.” jelas Riski.
InfoPublik (***)