RAPAT Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 23-24 Mei 2022 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%. Keputusan ini sejalan dengan perlunya pengendalian inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar, serta tetap mendorong pertumbuhan ekonomi, di tengah tingginya tekanan eksternal terkait dengan ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina serta percepatan normalisasi kebijakan moneter di berbagai negara maju dan berkembang. Sejalan dengan hal tersebut, Bank Indonesia menempuh penguatan bauran kebijakan sebagai berikut:
- Memperkuat kebijakan nilai tukar Rupiah untuk menjaga stabilitas nilai tukar yang sejalan dengan mekanisme pasar dan fundamental ekonomi;
- Mempercepat normalisasi kebijakan likuiditas melalui kenaikan Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah secara bertahap, sebagai berikut (Lampiran 1);
- Kewajiban minimum GWM Rupiah untuk BUK (Bank Umum Konvensional) yang pada saat ini sebesar 5,0% naik menjadi 6,0% mulai 1 Juni 2022, 7,5% mulai 1 Juli 2022 dan 9,0% mulai 1 September 2022.
- Kewajiban minimum GWM Rupiah untuk BUS (Bank Umum Syariah) dan UUS (Unit Usaha Syariah) yang pada saat ini sebesar 4,0%, naik menjadi 4,5% mulai 1 Juni 2022, 6,0% mulai 1 Juli 2022, dan 7,5% mulai 1 September 2022.
- Pemberian remunerasi sebesar 1,5% terhadap pemenuhan kewajiban GWM setelah memperhitungkan insentif bagi bank-bank dalam penyaluran kredit/pembiayaan kepada sektor prioritas dan UMKM dan/atau memenuhi target RPIM.
- Kenaikan GWM tersebut tidak akan mempengaruhi kemampuan perbankan dalam penyaluran kredit/pembiayaan kepada dunia usaha dan partisipasi dalam pembelian SBN untuk pembiayaan APBN.
- Meningkatkan insentif bagi bank-bank yang menyalurkan kredit/pembiayaan kepada sektor prioritas dan UMKM dan/atau memenuhi target RPIM mulai berlaku 1 September 2022 sebagai berikut (Lampiran 2):
- Pelonggaran atas kewajiban pemenuhan GWM Rupiah rata-rata menjadi maksimal sebesar 2%, yaitu melalui insentif atas pemberian kredit/pembiayaan kepada sektor prioritas paling besar 1,5% dari sebelumnya paling besar 0,5%, dan insentif pencapaian RPIM tetap paling besar 0,5%;
- Perluasan cakupan subsektor prioritas dari 38 subsektor prioritas menjadi 46 subsektor prioritas yang dibagi dalam 3 kelompok yaitu resillience (kelompok yang berdaya tahan), growth driver (kelompok pendorong pertumbuhan), dan slow starter(kelompok penopang pemulihan);
- Pemberian insentif tersebut ditujukan untuk semakin meningkatkan peran perbankan dalam pembiayaan inklusif dan pemulihan ekonomi nasional.
- Melanjutkan kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) dengan pendalaman pada suku bunga kredit sektor prioritas (Lampiran 3);
- Melanjutkan dukungan pengembangan UMKM melalui penyelenggaraan Karya Kreatif Indonesia (KKI), dalam rangka mendorong pemulihan ekonomi, termasuk Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (GBBI) dan Gerakan Bangga Berwisata Indonesia (GBWI);
- Memperkuat kebijakan sistem pembayaran untuk mendukung pemulihan ekonomi dan akselerasi digitalisasi yang inklusif melalui:
- Melanjutkan masa berlaku kebijakan batas minimal pembayaran dan nilai denda keterlambatan pembayaran Kartu Kredit dari semula 30 Juni 2022 menjadi 31 Desember 2022 guna mendukung perkembangan transaksi Kartu Kredit dengan tetap menjaga risiko kredit.
- Memperpanjang masa berlaku Merchant Discount Rate (MDR) QRIS untuk merchant kategori Usaha Mikro (UMI) sebesar 0% dari semula 30 Juni 2022 menjadi 31 Desember 2022 guna melanjutkan upaya perluasan ekosistem digital dan mendorong peningkatan transaksi khususnya UMKM.
- Memperkuat kebijakan internasional dengan memperluas kerja sama dengan bank sentral dan otoritas negara mitra lainnya, fasilitasi penyelenggaraan promosi investasi dan perdagangan di sektor prioritas bekerja sama dengan instansi terkait, serta bersama Kementerian Keuangan menyukseskan 6 (enam) agenda prioritas jalur keuangan Presidensi Indonesia pada G20 tahun 2022.
Bank Indonesia senantiasa mencermati arah perkembangan inflasi dan menempuh langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan terkendalinya inflasi sesuai sasaran yang ditetapkan 3,0 ±1% pada tahun 2022 dan 2023. Untuk itu, koordinasi dengan Pemerintah (Pusat dan Daerah) melalui Tim Pengendali Inflasi (TPIP dan TPID) terus diperkuat. Untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan mendorong pemulihan ekonomi nasional, koordinasi kebijakan moneter dan fiskal terus ditingkatkan, termasuk komitmen Bank Indonesia dalam pembelian SBN sebesar Rp224 triliun untuk pembiayaan kesehatan dan kemanusiaan dalam APBN 2022. Demikian pula, koordinasi di bawah Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) serta koordinasi bilateral antara Bank Indonesia dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus diperkuat dalam menjaga stabilitas sistem keuangan.
Perbaikan ekonomi dunia berlanjut namun berisiko lebih rendah dari prakiraan sebelumnya, disertai dengan kenaikan inflasi serta percepatan normalisasi kebijakan moneter di berbagai negara. Peningkatan ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina, implementasi kebijakan zero Covid-19 di Tiongkok, dan percepatan normalisasi kebijakan moneter di berbagai negara berdampak pada pelemahan pertumbuhan ekonomi global. Pertumbuhan ekonomi berbagai negara, seperti Eropa, Amerika Serikat (AS), Jepang, Tiongkok, dan India berisiko lebih rendah dari proyeksi sebelumnya. Volume perdagangan dunia berpotensi lebih rendah dari prakiraan sebelumnya sejalan dengan risiko tertahannya perbaikan perekonomian global dan masih berlangsungnya gangguan rantai pasokan global. Harga komoditas global masih meningkat, termasuk komoditas energi, pangan, dan logam, sehingga memberikan tekanan pada inflasi global. Peningkatan inflasi global tersebut mendorong percepatan normalisasi kebijakan moneter di negara maju, termasuk AS, dan negara berkembang, yang berdampak pada peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global. Hal tersebut mendorong terbatasnya aliran modal asing dan menekan nilai tukar di berbagai negara berkembang, termasuk Indonesia.
Perbaikan ekonomi domestik terus berlanjut ditopang oleh menguatnya permintaan domestik dan tetap kuatnya ekspor. Pertumbuhan ekonomi triwulan I 2022 tetap kuat, yakni 5,01% (yoy), melanjutkan momentum pemulihan pada triwulan sebelumnya sebesar 5,02% (yoy). Perkembangan ini terutama didorong oleh peningkatan konsumsi rumah tangga, investasi bangunan, dan tetap terjaganya kinerja ekspor seiring dengan peningkatan mobilitas masyarakat dan permintaan mitra dagang utama yang masih kuat. Pertumbuhan ekonomi juga didukung oleh kinerja positif mayoritas lapangan usaha seperti Industri Pengolahan, Perdagangan Besar dan Eceran, serta Transportasi dan Pergudangan. Secara spasial, pertumbuhan ekonomi yang positif terjadi di seluruh wilayah Indonesia, dengan pertumbuhan tertinggi tercatat di wilayah Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua), diikuti Jawa, Sumatera, Bali-Nusa Tenggara (Balinusra), dan Kalimantan. Pada triwulan II 2022, berbagai indikator dini menunjukkan aktivitas perekonomian yang terus membaik, seperti tercermin pada pertumbuhan positif penjualan eceran, ekspansi Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur, serta realisasi ekspor dan impor yang tetap tinggi, yang didukung oleh meningkatnya mobilitas dan pembiayaan dari perbankan. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi 2022 diprakirakan tetap berada dalam kisaran proyeksi Bank Indonesia pada 4,5-5,3%.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) tetap terjaga, sehingga mendukung ketahanan sektor eksternal. Kinerja NPI pada triwulan I 2022 yang tetap terjaga didukung oleh surplus transaksi berjalan yang berlanjut serta defisit transaksi modal dan finansial yang membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. Surplus transaksi berjalan pada triwulan I 2022 mencapai 0,2 miliar dolar AS (0,07% terhadap PDB) yang ditopang oleh surplus neraca perdagangan nonmigas yang tetap kuat seiring dengan harga ekspor komoditas global yang masih tinggi. Transaksi modal dan finansial mencatat defisit lebih kecil, sebesar 1,7 miliar dolar AS, seiring dengan optimisme investor terhadap prospek pemulihan ekonomi domestik dan iklim investasi yang terjaga. Pada April 2022, neraca perdagangan kembali mencatat surplus, yakni 7,6 miliar dolar AS, lebih tinggi dibandingkan dengan surplus bulan sebelumnya sebesar 4,5 miliar dolar AS. Sementara itu, aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik tertahan seiring ketidakpastian pasar keuangan global yang tinggi, tercermin dari investasi portofolio yang mencatat net outflows pada triwulan II 2022 sebesar 1,2 miliar dolar AS (hingga 20 Mei 2022). Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir April 2022 tercatat sebesar 135,7 miliar dolar AS, setara dengan pembiayaan 6,9 bulan impor atau 6,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Ke depan, defisit transaksi berjalan diprakirakan tetap rendah dalam kisaran 0,5% – 1,3% dari PDB, sehingga menopang ketahanan sektor eksternal Indonesia.
Nilai tukar Rupiah terdepresiasi sejalan dengan mata uang regional lainnya, seiring dengan meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global. Nilai tukar Rupiah pada 23 Mei 2022 terdepresiasi 1,20% dibandingkan dengan akhir April 2022. Depresiasi tersebut disebabkan oleh aliran modal asing keluar sejalan dengan meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global di tengah terjaganya pasokan valas domestik dan persepsi positif terhadap prospek perekonomian Indonesia. Dengan perkembangan ini, nilai tukar Rupiah sampai dengan 23 Mei 2022 terdepresiasi sekitar 2,87% dibandingkan dengan level akhir 2021, relatif lebih baik dibandingkan dengan depresiasi mata uang sejumlah negara berkembang lainnya, seperti India 4,11%, Malaysia 5,10%, dan Korea Selatan 5,97%. Ke depan, stabilitas nilai tukar Rupiah diprakirakan tetap terjaga didukung oleh kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang tetap baik, terutama oleh lebih rendahnya defisit transaksi berjalan dan supply valas dari korporasi yang terus berlanjut. Bank Indonesia akan terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan bekerjanya mekanisme pasar dan fundamental ekonomi.
Inflasi terkendali dan mendukung stabilitas perekonomian. Indeks Harga Konsumen (IHK) pada April 2022 tercatat inflasi sebesar 0,95% (mtm). Secara tahunan, inflasi IHK April 2022 tercatat 3,47% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya yang sebesar 2,64% (yoy), seiring dengan peningkatan harga komoditas global, mobilitas masyarakat, dan pola musiman Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN). Inflasi inti tetap terjaga di tengah permintaan domestik yang meningkat, stabilitas nilai tukar yang terjaga, dan konsistensi kebijakan Bank Indonesia dalam mengarahkan ekspektasi inflasi. Sementara itu, inflasi kelompok volatile food meningkat terutama dipengaruhi oleh kenaikan inflasi minyak goreng seiring penyesuaian Harga Eceran Tertinggi (HET). Inflasi kelompok administered prices dipengaruhi oleh inflasi angkutan udara, bensin dan bahan bakar rumah tangga. Ke depan, tekanan inflasi diprakirakan masih berlanjut sejalan dengan meningkatnya harga komoditas global. Bank Indonesia terus mewaspadai dampaknya terhadap peningkatan ekspektasi inflasi dan menempuh langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan terkendalinya stabilitas inflasi ke depan. Bank Indonesia akan memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID) guna menjaga inflasi IHK dalam kisaran sasarannya yaitu 3,0%±1%.
Normalisasi kebijakan likuiditas melalui kenaikan Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah secara bertahap berlangsung tanpa mengganggu kondisi likuiditas perbankan. Penyesuaian secara bertahap Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah tahap I dan pemberian insentif GWM sejak 1 Maret 2022 tidak mengurangi kemampuan perbankan dalam penyaluran kredit/ pembiayaan kepada dunia usaha dan partisipasi dalam pembelian SBN untuk pembiayaan APBN. Pada April 2022, rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masih tinggi mencapai 29,38% dan tetap mendukung kemampuan perbankan dalam penyaluran kredit yang tumbuh sebesar 9,10% (yoy). Likuiditas yang terjaga didukung Dana Pihak Ketiga (DPK) yang tumbuh sebesar 10,11% (yoy). Sementara itu, dalam rangka koordinasi fiskal-moneter sebagaimana tertuang dalam Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia yang berlaku hingga 31 Desember 2022, Bank Indonesia melanjutkan pembelian SBN di pasar perdana untuk pendanaan APBN 2022 dalam rangka program pemulihan ekonomi nasional sebesar Rp30,17 triliun (hingga 23 Mei 2022) melalui mekanisme lelang utama, greenshoe option, dan private placement. Pada April 2022, likuiditas perekonomian juga tetap longgar, tercermin pada uang beredar dalam arti sempit (M1) dan luas (M2) yang tumbuh masing-masing sebesar 20,76% (yoy) dan 13,60% (yoy).
Suku bunga perbankan terus mengalami penurunan sejalan dengan tren menurunnya risiko kredit. Di pasar uang, suku bunga IndONIA pada 27 April 2022 sebesar 2,81%, tidak jauh berbeda dibandingkan dengan level April 2021 yang sebesar 2,79%. Di pasar dana, suku bunga deposito 1 bulan perbankan turun sebesar 80 bps sejak April 2021 menjadi 2,86% pada April 2022. Di pasar kredit, suku bunga kredit baru lebih rendah 43 bps pada periode yang sama, sejalan dengan penurunan SBDK dan perbaikan persepsi risiko perbankan di tengah berlanjutnya pemulihan aktivitas ekonomi. Perbankan melanjutkan dukungan pembiayaan ke sektor prioritas, dengan pemberian suku bunga kredit yang relatif lebih rendah dibandingkan kredit sektor nonprioritas. Bank Indonesia memandang peran perbankan dalam penyaluran kredit/pembiayaan termasuk melalui penurunan suku bunga kredit dapat ditingkatkan guna semakin mendorong pemulihan ekonomi nasional.
Ketahanan sistem keuangan tetap terjaga dan intermediasi perbankan melanjutkan perbaikan secara bertahap. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio / CAR) perbankan Maret 2022 tetap tinggi sebesar 24,79%, dan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan / NPL) tetap terjaga, yakni 2,99% (bruto) dan 0,84% (neto). Intermediasi perbankan pada April 2022 melanjutkan perbaikan dibandingkan bulan sebelumnya dengan kredit tumbuh sebesar 9,10% (yoy). Pertumbuhan kredit terjadi di seluruh kelompok bank, serta sebagian besar segmen kredit, dan sektor ekonomi, seiring berlanjutnya pemulihan aktivitas korporasi dan rumah tangga. Dari sisi penawaran, standar penyaluran kredit terus melonggar terutama di sektor Perdagangan, Industri, dan Pertanian, seiring menurunnya persepsi risiko kredit. Dari sisi permintaan, pemulihan kinerja korporasi terus berlanjut, tercermin dari perbaikan penjualan, kemampuan membayar, dan belanja modal. Pertumbuhan kredit UMKM juga meningkat sebesar 16,75% (yoy) pada April 2022. Dalam rangka mempercepat pemulihan UMKM pascapandemi Bank Indonesia bersinergi dengan Pemerintah menyelenggarakan Karya Kreatif Indonesia (KKI) 2022 pada 26-29 Mei 2022.
Bank Indonesia terus memperkuat digitalisasi sistem pembayaran untuk mendorong inklusi ekonomi dalam rangka pemulihan ekonomi. Transaksi ekonomi dan keuangan digital berkembang pesat seiring meningkatnya akseptasi dan preferensi masyarakat dalam berbelanja daring, perluasan dan kemudahan sistem pembayaran digital, serta akselerasi digital banking. Nilai transaksi uang elektronik (UE) pada April 2022 tumbuh 50,3% (yoy) mencapai Rp34,3 triliun dan nilai transaksi digital banking meningkat 71,4% (yoy) menjadi Rp5.338,4 triliun. Sementara itu, nilai transaksi pembayaran menggunakan kartu ATM, kartu debet, dan kartu kredit juga mengalami pertumbuhan 12,5% (yoy) menjadi Rp764,5 triliun. Untuk mendukung Program Championship Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (TP2DD), Bank Indonesia senantiasa bersinergi dan memperkuat koordinasi dengan Pemda melalui Satgas P2DD dan TP2DD. Jumlah Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) pada April 2022 meningkat 23,2% (yoy) mencapai Rp1.039,1 triliun. Bank Indonesia terus memastikan ketersediaan uang Rupiah dengan kualitas yang terjaga di seluruh wilayah NKRI, antara lain dengan melanjutkan kerja sama kelembagaan dalam pengedaran uang Rupiah ke daerah 3T (Terluar, Terdepan, Terpencil), dan memastikan kelancaran proses arus balik uang kartal (inflow) pasca periode Idulfitri 1443H.
Bank Indonesia melanjutkan akselerasi implementasi BI-FAST melalui penambahan peserta, mendorong perluasan kanal pembayaran khususnya mobile banking, serta memberikan alternatif penyediaan infrastruktur sesuai dengan kapasitas peserta. Sejak tanggal 23 Mei 2022, jumlah peserta BI-FAST telah bertambah 7 (tujuh) bank dan pada minggu ketiga Juni 2022 akan bertambah 1 (satu) bank, yang seluruhnya masuk sebagai peserta gelombang ketiga (Lampiran 4). Dengan bertambahnya peserta BI-FAST gelombang ketiga, total peserta BI-FAST mencapai 52 dan telah mewakili 82% dari pangsa sistem pembayaran ritel nasional. Ke depan, Bank Indonesia akan terus memperkuat sinergi kebijakan dan implementasi BI-FAST dengan pelaku industri, untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi dan mendorong pertumbuhan, serta inklusi ekonomi dan keuangan.[***]