KEJAKSAAN Agung (Kejagung) memeriksa dua orang saksi terkait dugaan korupsi proyek pengadaan Satelit Slot Orbit 123° Bujur Timur (BT) pada Kementerian Pertahanan (Kemenhan) tahun 2015 – 2021.
Dalam keterangan yang diterima InfoPublik, Senin (31/1/2022), Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, menyatakan dua saksi yang periksa yakni BS dan M selaku pihak dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo).
Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan tentang suatu perkara pidana yang didengar sendiri, dilihat sendiri dan dialami sendiri guna menemukan fakta hukum tentang tindak pidana korupsi yang terjadi dalam Pengadaan Satelit Slot Orbit 123° Bujur Timur (BT) pada Kemeenhan periode 2015 sampai dengan 2021.
“Pemeriksaan saksi dilaksanakan dengan mengikuti secara ketat protokol kesehatan antara lain dengan menerapkan 3M,” kata Leonard.
Kasus ini berawal ketika Kemenhan melaksanakan proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur periode 2015- 2021.
Proyek ini merupakan bagian dari program satelit komunikasi pertahanan (Satkomhan) di Kemenhan. Kontrak dilakukan dengan pihak Airbus dan perusahaan Navajo lalu dilakukan penyewaan berupa mobile satellite service, drone segmen dan pendukungnya.
Namun dalam proses tersebut telah ditemukan adanya beberapa perbuatan melawan hukum yaitu salah satunya bahwa proyek ini tidak direncanakan dengan baik.
Bahkan saat kontrak dilakukan ini anggaranya pun belum tersedia dalam DIPA Kemenhan di 2015.
Kasus ini mengakibatkan Pemerintah Indonesia digugat di London Court of International Arbitration atau pengadilan arbitrase internasional oleh PT Avanti Communication Limited.
Putusan gugatan tersebut menjatuhkan hukuman kepada pemerintah Indonesia untuk membayar sewa satelit Artemis yang jumlahnya mencapai senilai Rp515 miliar.
Pemerintah Indonesia juga menerima putusan serupa dari pengadilan arbitrase Singapura untuk membayar 20,9 juta dolar AS atau setara Rp304 miliar kepada Navayo.
Potensi kerugian negara ini masih bisa bertambah jika pihak lain yang dirugikan turut menggugat Indonesia ke pengadilan arbitrase.
InfoPublik (***)