SUMSELTERKINI.ID, Palembang – PT Pupuk Indonesia (Persero) saat ini fokus dalam pengembangan pabrik pupuk NPK, sementara untuk urea tidak ada lagi pengembangan, karena kapasitas produksi urea saat ini sudah mencapai 8,3 juta ton.
“Kami tidak akan tambah lagi dan akan mengoptimalkan urea untuk memenuhi kebutuhan domestik saja dalam rangka ketahanan pangan, serta menggunakan produk urea hasil produksi kita sebagai bahan baku pupuk NPK”, ungkap Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero) Aas Asikin Idat usai acara Penandatanganan Kontrak NPK Fusion II di Palembang, Selasa (12/12/2017).
Menurutnya guna meningkatkan daya saing Perusahaan, pengembangan NPK memang menjadi prioritas Pupuk Indonesia ke depan.
Apalagi jelasnya NPK telah terbukti memberikan hasil yang optimal dalam meningkatkan produktivitas tanaman, baik itu tanaman pangan maupun perkebunan. “Pemerintah sendiri saat ini terus menggalakkan pola pemupukan berimbang melalui penggunaan pupuk NPK,”ulasnya.
Berdasarkan analisa pasar lanjut dia, potensi pupuk NPK untuk sektor perkebunan juga sangat menjanjikan karena kebutuhan pasar dalam negeri masih cukup tinggi.
Menurutnya pada 2021, Pupuk Indonesia berencana akan mengembangkan pabrik NPK hingga 3.400.000 ton. Saat ini, selain pengembangan berkapasitas 200.000 ton per-tahun di PT Pupuk Sriwidjaja, persiapan proyek juga sedang dilakukan oleh Pupuk Indonesia yaitu pembangunan pabrik NPK di PT Pupuk Iskandar Muda sebesar 1.000.000 ton per-tahun, PT Pupuk Kujang Cikampek sebesar 200.000 ton per-tahun, PT Petrokimia Gresik sebesar 500.000 ton per-tahun dan PT Pupuk Kalimantan Timur sebesar 1.000.000 ton per-tahun.
Selain pembangunan proyek NPK, paparnya upaya lain untuk meningkatkan daya saing adalah melalui adalah peningkatan efisensi pabrik dengan melakukan revitalisasi pabrik.
“Pupuk Indonesia Group telah melakukan berbagai proyek pengembangan dan melakukan revitalisasi, yaitu mengganti pabrik yang sudah tua dengan pabrik yang lebih canggih dan hemat konsumsi gasnya. Sejauh ini, sudah tiga proyek besar yang dilaksanakan Pupuk Indonesia salah satunya adalah pabrik Pusri 2B”, ujar Aas.
Pusri 2B ini menggantikan Pabrik Pusri 2 yang telah berumur lebih dari 40 tahun. Pabrik Pusri 2B selain menerapkan teknologi baru juga dapat menghemat bahan baku gas alam. Pabrik Pusri 2B akan menghemat pemakaian gas hingga 14 MMBTU per ton urea. Sehingga menurunkan harga pokok produksi, agar dapat bersaing dan kompetitif.
Selain meningkatkan efisiensi melalui revitalisasi, Pupuk Indonesia juga akan mulai merambah bisnis petrokimia lainnya yang memiliki nilai tambah yang lebih tinggi dibandingkan urea.
Saat ini Pupuk Indonesia tengah menjajaki kemungkinan pengembangan produk petrokimia di Bintuni seperti methanol, ethylene, dan lain sebagainya.