Sebelum virus Covid-19 melanda, masyarakat menengah ke bawah masih dapat bernapas lega sebab adanya sektor ekonomi informal. Para pencari kerja yang tidak dapat masuk pada lapangan kerja formal, pengangguran, dan korban PHK menjadikan sektor ekonomi informal sebagai alternatif bertahan hidup.
Bagi yang beruntung, malah akan bertahan menjalankan sektor ekonomi informal karena dianggap mampu memberikan peluang pendapatan yang menjanjikan. Akan tetapi, Covid-19 membuat semuanya benar-benar berbeda. Sebagai strategi bertahan hidup (life survival strategy), sektor informal pun dibuatnya lumpuh.
Sektor ekonomi informal yang dimaksud adalah sektor informal perkotaan (urban informal sector), termasuk di dalamnya segala aktivitas ekonomi skala kecil, seperti pedagang asongan, penjual gorengan, pangkas rambut, tambal ban dan lain sebagainya. Kita sering menemukan aktivitas mereka di area ruang publik, seperti di pinggir jalan, trotoar, depan ruko, depan sekolah, dan lain sebagainya.
Sejatinya, sektor ekonomi informal merupakan kegiatan ekonomi yang paling adaftif pada segala situasi dan kondisi. Pada masa krisis 1998, sektor informal menjadi sektor penyangga bagi para korban PHK, pengangguran dan masyarakat menengah untuk bertahan hidup.
Namun pada masa pandemi ini, kebijakan pembatasan interaksi sosial (social distancing/physical distancing), membuat para pelaku usaha sektor informal mengalami penurunan jumlah pembeli. Sebab, selama ini area kerjanya dominan di ruang publik, di mana terdapat interaksi sosial yang tinggi. Apalagi dengan adanya, work from home (WFH) semakin membuat interaksi sosial semakin sepi.
Ibarat makan buah simalakama, pelaku usaha sektor informal dihadapkan pada pilihan yang sulit. Kebijakan WFH, harus mereka patuhi, namun di sisi lain mereka akan kehilangan sumber pendapatan. Alhasil, beberapa dari mereka, harus nekat berjualan di tengah wabah Covid-19, apalagi bagi yang tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah.
Pertengahan Mei 2020, pelaku usaha sektor informal mendapat angin segar, di kala pemerintah mencanangkan kebijakan baru, yaitu New Normal Life yang merupakan transisi dari kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Kebijakan ini memperbolehkan masyarakat untuk kembali beraktivitas di luar rumah dengan tetap mematuhi protocol kesehatan yang telah ditetapkan.
Dengan demikian, pelaku usaha sektor informal pun harus mulai terbiasa dengan perubahan yang terjadi akibat Covid-19. Salah satu perubahan yang terjadi adalah meningkatkatnya ‘daya selektivitas konsumen’ untuk memutuskan pembelian barang/jasa. Akibat Covid-19, masyarakat menjadi lebih selektif untuk belanja dan membeli barang, khususnya yang berhubungan dengan makanan dan minuman di area terbuka. Faktor kebersihan menjadi skala prioritas bagi para konsumen untuk memutuskan membeli sesuatu. Maka, pelaku usaha sektor informal harus mulai beradaptasi dan menerapkan protocol standar dalam menjalankan aktivitas ekonominya. Berikut ini beberapa, hal yang harus diperhatikan oleh pelaku usaha sektor informal dalam menjalankan usahanya.
Menggunakan Masker
Saat ini, masker merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat. Sebab, masker di percaya mampu mengurangi tingkat penularan virus. Para penjual makanan harus menggunakan masker pada saat membuat makanan dan melayani pembeli. Meskipun tidak mengalami gejala sakit, namun penggunaan masker adalah upaya untuk menjamin tingkat kebersihan barang dan jasa yang ditawarkan, dan akan meningkatkan rasa percaya pembeli terhadap penjual.
Menggunakan Sarung Tangan
Penggunaan sarung tangan juga merupakan hal yang wajib bagi para pelaku usaha sektor informal, khususnya penjual makanan. Pada saat mereka membuat atau menyajikan makanan hendaknya menggunakan peralatan, seperti sarung tangan yang steril. Dengan demikian, konsumen akan merasa lebih nyaman dan aman untuk memutuskan membeli.
Peralatan Cuci Tangan
Terakhir, peralatan yang harus selalu ada adalah alat untuk cuci tangan, seperti hand sanitazer atau air yang mengalir. Cuci tangan harus selalu dilakukan baik sebelum atau pun sesudah memegang sesuatu. Pelaku usaha sektor informal sering memegang peralatan dan juga uang dari berbagai pembeli. Oleh karena itu, setelah memegang sesuatu yang dianggap kurang steril diharap segera mencuci tangan.
Ketiga hal tersebut, adalah tindakan yang harus senantiasa dipatuhi oleh para pelaku usaha sektor informal di lapangan. Jika pada awalnya ketiga hal tersebut sudah diterapkan, maka pada masa new normal life ini harus lebih ditingkatkan lagi, bahkan di jadikan gaya hidup baru. Tujuannya, supaya sektor informal dapat tetap eksis sebagai ekonomi penyangga bagi masyarakat menengah ke bawah. Semua memang terpaksa dan dipaksa berubah oleh pandemi Covid-19, oleh sebab itu, jika pelaku usaha sektor informal tidak mampu membaca dan beradaptasi dengan situasi baru ini, dikhawatirkan akan semakin membuat ekonomi rumah tangga semakin terpuruk.
Armansyah, S.Pd., M.Si
Dosen dan Peneliti Bidang Pendidikan dan Kependudukan pada Program Studi Pendidikan Geografi Universitas PGRI Palembang