MERAYAKAN hari kemanangan pada Lebaran Idul Fitri 1441 Hijriah yang jatuh pada minggu [24/5/2020] di perkampungan sangat terasa meriah.
Namun, Lebaran Idul Fitri kali ini, sangat berbeda dari lebaran tahun-tahun sebelumnya. Dampak Covid-19 memang sangat dasyat. Selain menganggu sektor perekonomian, dan lainnya. Wabah COVID-19 juga telah merusak tatanan dan tradisi masyarakat, terutama dalam berintraksi sosial dengan sesamanya.
Bahkan, akibat meningkatnya kasus COVID-19 secara signifikan dalam setiap harinya, Pemerintah Kota Palembang mengajukan penerapan pembatasan sosial berskala besar [PSBB] kepada pemerintah pusat.
Hasilnya menjelang Idul Fitri, Palembang mulai diterapkan PSBB, semua aktivitas masyarakat pun mulai resmi dibatasi, sehingga dampaknya, suasana Lebaran Idul Fitri tak seramai, seperti lebaran tahun –tahun sebelumnya.
Hal itu bisa dirasakan saat Sholat Ied, Banyak Masjid, Mushola yang hanya diisi segelintir manusia,b ada juga yang tutup sama sekali, mereka pada umumnya mengikuti anjuran dari Pemerintah yang bekerjasama dengan Majelis Ulama Indonesia [MUI].
Tradisi –tradisi turun menurun yang telah ada di Palembang, seperti ‘Umpak-umpakan’ nyaris tenggelam saat pandemi COVID-19.
‘Umpak-umpakan sendiri tak lain adalah silahturahmi atau ‘sanjo’ [berkunjung] mengunjungi satu persatu rumah warga di perkampungan.
Biasanya dilakukan bapak-bapaknya setelah menjalankan sholat Ied dengan diiringi selawat, mendoakan rumah dikunjungi, bahkan ada juga diiringi dengan alunan musik hadroh.
Dikediaman saya, sendiri, tepatnya di Perumahan Pesona Harapan Jaya, Jalan KH Azhari, Kecamatan Kalidoni, Palembang, terutama warga tahap I.
Tradisi ‘umpak-umpakan’ kerap dilakukan bersama-sama setiap Idul Fitri dilakukan pada Lebaran hari ke dua. Dilaksanakan mulai start pukul 08.00 dan biasanya selesai menjelang waktu dzuhur.
Banyak yang bisa diambil hikmahnya dari tradisi ini, salah satunya dapat menyatukan warga, karena dalam mengunjungi rumah warga, penuh canda, tawa, dan keakraban. Warga yang tadinya sulit untuk diajak berintraksi, akhirnya menyatu.
‘Umpak-umpakan merupakan tradisi masyarakat keturunan Arab yang terletak di Kampung Muaro, 10 Ilir, Kecamatan IT II, Palembang.
Bahkan masyarakat keturunan Arab yang berada di daerah Ulu pun rela menyeberang menggunakan perahu ketek untuk bergabung dengan sanak saudaranya yang berada di seberang Ilir untuk mengikuti tradisi ‘umpak-umpakan’.
Meski masih dilaksanakan di Perum saya, tradisi ‘umpak-umpakan’ ini, suasananya tak semeriah lagi, karena hanya diikuti segelintir warga, lantaran warga banyak mengikuti anjuran pemerintah terkait protokol kesehatan wabah Covid-19.
Hanya saja, memang, mereka menggantinya dengan mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri via media sosial [medsos], seperti pesan di Whatapps [WA], guna mengantisipasi penularan Covid-19.
Intraksi sosial antara warga di Perum saya, hingga hari ke tiga Lebaran Idul Fitri tak jauh berbeda dengan kondisi lebaran pertama. Wabah Covid- 19 yang membuat warga menjadi ragu untuk ber-silaturahmi.
Meski demikian warga pun, sadar dan memakluminya, karena Covid-19 bukan virus sembarang virus, Covid-19 ada disekeliling kita, dan tak mengenal derajat manusia, siapa saja bisa terpapar.
Semoga COVID-19 menjadi pembelajaran bagi kita semua, COVID-19 menjadi guru kita untuk mengajak kita disiplin dan mengintropeksi diri, serta selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT.
PSBB yang diterapkan oleh Pemkot Palembang bukan sekedar untuk memenuhi syarat, namun harus diterapkan serius, semoga masyarakat juga dapat patuh, sehingga kedepannya, dalam menyongsong kehidupan normal (‘Era New Normal Life’). Kegiatan ekonomi dan intraksi dalam kehidupan sosial dapat pulih kembali, ‘Umpak-umpakan sebagai sebuah tradisi masyarakat saat Idul Fitri pun dapat berjalan normal.[***]
Penulis : Irwan Wahyudi
Pemimpin Redaksi Sumselterkini.co.id