– Ribuan guru belajar AI serentak, dukungan bank daerah jadi energi perubahan pendidikan.
PENDIDIKAN harus beradaptasi dengan zaman, dengan AI, guru tidak hanya mengajar, tetapi juga membimbing generasi emas 2045 menghadapi dunia digital. Demkian tegas Gubernur Sumatera Selatan, H. Herman Deru, saat membuka Webinar Internasional Guru Indonesia Belajar AI Serentak belum lama ini.
Pernyataan ini bukan sekadar jargon, karena di hari itu, ribuan guru SD, SMP, SMA, SMK, hingga dosen dari seluruh penjuru Sumsel berkumpul secara daring, memecahkan rekor dunia Guinness World Record, yakni pembelajaran kecerdasan buatan (AI) secara serentak terbesar di dunia.
Dan yang bikin suasana tambah menarik, Bank Sumsel Babel (BSB) hadir mendampingi Pemprov Sumsel, tampil beda dari citra “bank daerah konvensional”, naik panggung global pendidikan.Rasanya mirip seperti lihat wasit ikutan nyetak gol, tidak kita duga, tapi justru bikin pertandingan makin seru.
Sebenarnya BSB tidak sendirian, ada Pemprov Sumsel sebagai motor kebijakan, ada ribuan guru sebagai pemain utama, ada para pakar AI sebagai pelatih, dan ada Guinness sebagai wasit dunia. Tapi kehadiran BSB di tengah-tengah mereka bukan tempelan, ia seperti minyak goreng dalam masakan, tidak selalu terlihat, tapi coba hilangkan, hasilnya hambar.
Kalau biasanya bank berhubungan dengan saldo rekening, kali ini BSB ikut menyumbang saldo kepercayaan, bahwa daerah bisa bikin gebrakan global.
PPS Direktur Utama BSB, Festero Mohamad Papeko, dengan mantap menyatakan “Dana bisa habis, tapi ilmu tidak akan pernah habis”, kalimat ini sederhana tapi “makjleb” [mengena tepat di hati para pendengar], ibarat kaldu kuah soto, sedikit tapi bikin nikmat.
Orang sering bilang investasi terbaik itu emas, tapi Papeko meluruskan, investasi paling tahan inflasi adalah pendidikan. Kalau emas bisa dicuri, ilmu justru makin dibagi makin kaya.
Pepatah lama berkata, “Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian”. Ya, hari ini guru-guru Sumsel sedang “berenang” di arus deras AI, demi sampai ke tepian masa depan yang lebih cemerlang.
Bayangkan, ribuan guru di Sumsel belajar AI serentak, ini bukan sekadar acara, tapi tonggak sejarah.
Kalau AI ibarat mobil sport, guru adalah sopirnya, mereka yang menentukan arah, mau dipakai balapan liar atau antar anak sekolah tepat waktu. Umpanya AI itu pisau dapur, kalau di tangan chef, lahirlah hidangan lezat. Kalau di tangan orang iseng, lahirlah malapetaka. Nah, guru lah yang memastikan murid pakai “pisau AI” dengan benar.
Lucunya, banyak guru baru kenal AI justru dari murid, ada yang nyeletuk, “Bu, ChatGPT bisa ngerjain PR Matematika”. Gurunya geleng-geleng, “Chat apa? GPT itu singkatan Gurunya Perlu Tidur, ya?”, dari sini lah terasa betapa pentingnya acara seperti ini, biar guru tidak ketinggalan zaman dan tetap bisa jadi navigator murid.
Biasanya bank pembangunan daerah dikenal sebagai tempat parkir APBD, namun lewat acara ini, BSB seolah mengirim pesan, bank daerah bisa berperan lebih, ia bukan hanya penjaga kas daerah, tapi juga penjaga mimpi daerah.
Gaung global
Oleh sebab itu, BSB ikut mendukung guru, agar melek AI, kalau bank biasanya suntik modal usaha, kali ini BSB suntik modal sosial, yang hasilnya tidak langsung terlihat di neraca keuangan, tapi bakal tercatat di neraca sejarah.
Kata pepatah “Sedikit-sedikit lama-lama jadi bukit”, investasi sosial BSB mungkin tampak kecil hari ini, tapi dampaknya bisa menimbun bukit literasi digital bagi generasi emas 2045.
Webinar ini juga penuh warna, karena ada canda tawa, ada celoteh motivator, ada wajah guru yang serius belajar, seperti hajatan kampung pindah ke layar Zoom, tapi di balik itu sebenarnya ada pesan serius, yakni dunia pendidikan tidak bisa lagi hanya mengandalkan kapur tulis.
Kalau murid sudah pakai chatbot, masa guru masih rebutan penghapus papan tulis?, kalau dunia sudah bicara big data, masa guru masih ribut data absen manual?. Nah, di sinilah pentingnya BSB hadir, menyokong momentum agar guru tidak sekadar jadi pengisi daftar hadir, tapi pengisi masa depan.
Rekor dunia ini tidak sekadar angka di buku Guinness, ia adalah simbol bahwa Palembang dan Sumsel bisa bikin gaung global, dunia mungkin kenal Palembang lewat pempek, tapi kini juga kenal lewat guru yang belajar AI bersama.
Oleh karena itu, Bank Sumsel Babel berada di sana, ikut menorehkan tanda tangan di buku sejarah, dari daerah, bisa mendunia, dari kelas, bisa melahirkan generasi emas.
Kita boleh bercanda, boleh tertawa, tapi jangan lupa, yang sedang dipertaruhkan bukan sekadar rekor, melainkan masa depan bangsa. BSB memberi contoh bahwa institusi finansial tidak melulu soal bunga deposito, tapi juga bisa jadi sahabat pendidikan.
Coba renungkan, jika semua bank daerah ikut peduli, bukan hanya saldo nasabah yang naik, tapi saldo kecerdasan bangsa ikut melejit.
Akhirnya kita sadar, inovasi bisa lahir dari mana saja, tidak hanya selalu dari startup di Silicon Valley atau gedung pencakar langit Jakarta, bisa juga dari bank daerah di Palembang yang memilih mendukung guru belajar AI.
Rekening bisa menipis, tapi tabungan ilmu tak akan habis, itulah warisan terbesar dari peristiwa ini, yakni bukan sekadar rekor, tapi api semangat yang terus menyala di hati guru.[***]