ORANG bilang, “hidup itu jangan kayak air di tempayan, diam tak berguna, jadilah seperti air sungai, mengalir sampai jauh”
Nah, pepatah ini cocok banget buat menggambarkan gebrakan Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), daripada anak mudanya cuma diam nongkrong di pos ronda, mending dialirkan ke Jepang, serius!.
Ya, betul bro, Bupati HM. Toha bareng Wakil Bupati Kyai Rohman tancap gas bikin program gratis pelatihan bahasa Jepang. Ini bukan kaleng-kaleng, gratis, resmi dari pemerintah, dan targetnya jelas biar anak muda Muba siap magang kerja di Negeri Sakura.
Coba jujur aja, kita sering lihat kan pemandangan klasik di kampung, baru wisuda, pake toga, foto rame-rame, dipajang di ruang tamu. Dua tahun kemudian?, masih nongkrong di warkop, minum kopi sachet, main Mobile Legends, WiFi numpang tetangga. Kadang debat kusir “Minyak naik, sawit turun, dolar berapa, bro?”, padahal kerjaan tetap pengangguran bersertifikat.
Nah, ceritanya Muba nggak mau anak mudanya jadi “duta warkop internasional”. Makanya mereka bikin jalur cepat, dari warung kopi ke pabrik Jepang. Dari ngeracik kopi sachet ke ngerakit sparepart mobil, dari jago Mobile Legends ke jago bahasa Jepang. Kalau kata pepatah, “Daripada jadi tunggul, mending jadi unggul”.
Belajar bahasa Jepang memang nggak segampang makan pempek dos, huruf Kanji bentuknya kayak cakar ayam lagi mabuk. Tapi justru itu tantangannya. Anak-anak muda Muba bukan cuma belajar ngomong “arigatou” sama “sumimasen”, tapi juga belajar budaya, cara membungkuk, cara kerja disiplin, bahkan cara senyum biar bos Jepang senang.
Bayangkan, yang dulu cuma bisa bilang “siap bos!” di kampung, nanti bisa bilang “Hai, sensei!” di Jepang. Yang biasanya rebutan kursi di warkop, nanti rebutan lembur di pabrik Toyota.
Ada pepatah Jepang bilang “Nanakorobi yaoki”, artinya tujuh kali jatuh, delapan kali bangun, cocok banget buat anak muda Muba. Jangan baru salah ngomong langsung minder. Santai aja, bro, salah ngomong di Jepang paling-paling disangka lagi latihan stand up comedy.
Tengok kisah ini kayaknya makin seru, ketika ada alumni Muba yang sudah sukses di Jepang berbagi cerita gunanya untuk memotivasi anak-anak muda di Muba dan Sumsel bahkan Indonesia.
Suci Noviana Kaori, putri Bailangu asli, sekarang kerja di Saitama, Jepang, bilang gini “Saya, Suci, warga Muba asli Bailangu, mendukung penuh program magang Jepang ini. Gratis pula!, dulu kami belajar bahasa Jepang mandiri, keluar biaya sendiri. Sekarang anak-anak Muba tinggal tancap gas. Terima kasih untuk Bupati Toha, Wabup Kyai Rohman, dan Pak Herryandi Sinulingga di Disnakertrans Muba. Adik-adik jangan jadi penonton, ambil kesempatan ini, buktikan anak Muba bisa bersaing sampai ke Negeri Sakura!”
Lalu ada Jeni Carles, asli Tebing Bulang Sungai Keruh, kini kerja di Fukuoka Jepang di bidang otomotif, pesannya mantap “Saya, Jeni Carles, asli Ughang Tebing Bulang, mendukung penuh program ini. Langkah luar biasa buat menyiapkan generasi muda bersaing internasional.
Terima kasih untuk Pak Bupati, Wabup, dan Pak Sinulingga di Disnakertrans. Pemuda Muba ayo manfaatkan kesempatan emas ini! Jangan cuma nongkrong, tapi persiapkan diri. Masa depan cerah sudah di depan mata, tinggal berani melangkah.”
Kalau kata orang kampung, “jer basuki mawa bea”, untuk berhasil memang butuh usaha. Bedanya, usaha anak-anak Muba sekarang disubsidi pemerintah, tinggal niat dan komitmen mereka aja.
Mengapa Pemerintah Daerah Harus “Turun Tangan”?, kita tahu tiap tahun kampus di Sumsel melahirkan ribuan sarjana, belum lagi lulusan SMA/SMK. Kalau dikumpulin, bisa bikin pasar malam khusus ijazah. Tapi lowongan kerja?, masih itu-itu aja, akhirnya banyak jadi pengangguran terselubung.
Hadir dengan solusi
Nah, pengangguran itu ibarat kompor meleduk, kalau dibiarkan, bisa nyulut masalah sosial, seperti kriminalitas, kemiskinan, sampai migrasi ilegal, oleh karena itu, makanya pemerintah daerah Muba nggak bisa cuma duduk manis nunggu pusat, dan lahirlah gagasan dan inovasi ini.
Muba sudah kasih contoh, pakai APBD-P, gandeng DPRD Komisi IV, bikin program nyata, inilah yang namanya “pemerintah hadir”. Bukan cuma hadir di baliho, tapi hadir dengan solusi.
Bayangkan kalau daerah lain di Sumsel punya program yang sama atau sudah ada program ini sekarang tinggal lebih dimasifkan lagi. Misalnya, OKI bikin program magang ke Korea, Muara Enim buka jalur ke Jerman, Lahat ke Australia, OKU Raya ke Timur Tengah. Wah, bukan cuma Sumsel, Indonesia bisa punya SDM kelas dunia.
Daripada pemuda kita jadi “duta tongkrongan warkop”, lebih baik jadi “duta kerja internasional”. Biar uang hasil keringat di Jepang, Korea, atau Jerman, bisa balik ke kampung, bikin ekonomi daerah hidup.
Kalau kata pepatah, “sedia payung sebelum hujan, sedia skill sebelum pengangguran”
Program magang Jepang dari Muba ini bukan sekadar pelatihan bahasa. Ini investasi masa depan. Pemerintah sudah kasih jalan. DPRD sudah kasih dukungan. Warga Muba yang sukses di Jepang sudah kasih testimoni. Tinggal anak muda Muba, mau ambil peluang atau hanya menonton?.
Jangan sampai besok-besok kita nyesel, karena kesempatan emas nggak datang dua kali, ingat pepatah, “di mana ada kemauan, di situ ada jalan,”, dan Muba sudah nunjukin jalannya, dari Muba, untuk Sumsel, dari Sumsel, untuk Indonesia.[***]