PAGI kemarin hawa masih terasa adem, halaman SDIT Royal Islamic School Palembang mendadak lebih ramai dari biasanya. Biasanya anak-anak hanya ribut soal siapa yang lupa bawa PR, tapi kali ini ributnya lebih heboh “Eh, nanti kalau gigi bolong ketahuan nggak, ya?” celetuk seorang bocah sambil nutup mulut.
Hari itu sekolah berubah jadi markas “detektif kesehatan”, bedanya, alat investigasi bukan kaca pembesar Sherlock Holmes, tapi stetoskop, tensimeter, dan timbangan badan, semua anak berbaris rapi, meski ada juga yang kabur ke kantin pura-pura beli ciki.
Adegan paling lucu adalah waktu dokter bilang, “Ayo buka mulut, dek.”
Seorang anak malah merem rapat-rapat, kayak lagi naik roller coaster. “Sakit nggak, Bu?” tanyanya dengan suara bergetar. Dokternya senyum, “Lho, ini cuma lihat gigi, bukan suntik.” Sontak semua temannya ketawa.
Ada juga bocah yang pedenya kebangetan. “Saya sikat gigi tiga kali sehari, Bu!” ujarnya bangga, tapi ketika dokter senter ke mulut, ternyata ada permen karet yang nyangkut di gigi geraham. Lah, ini namanya bukan gigi sehat, tapi gigi manis.
Yang bikin suasana tambah seru, Wakil Gubernur Sumsel H. Cik Ujang ikut hadir meninjau, bukannya langsung duduk di kursi VIP, beliau malah nimbrung ke barisan anak-anak “Siapa yang rajin olahraga?” tanya beliau.
Ada yang spontan jawab, “Saya, Pak! Tiap hari lari ke warung beli es teh.”
Wagub ngakak. “Itu namanya lari hemat, Dek. Bukan olahraga.”
Dari situ keliatan kalau acara ini bukan cuma protokol formalitas. Ada sentuhan humanis dan penuh humor yang bikin anak-anak betah.
Wagub lalu kasih wejangan singkat, “Kalau sehat, belajar lancar, kalau belajar lancar, masa depan terang”
Benar juga, percuma ranking satu kalau tiap hari batuk pilek. Pepatah Jawa bilang, “Waras luwih larang tinimbang mas”- sehat lebih mahal dari emas.
Coba tengok Jepang, mereka rajin cek kesehatan sejak SD, makanya, anak mudanya kuat, nggak gampang sakit atau Finlandia, yang sukses menekan obesitas anak dengan edukasi pola makan sehat. Bayangkan kalau di Sumsel juga begitu, siapa tahu kelak lahir atlet sepak bola handal dari Palembang, yang nendang bolanya nggak cuma ke gawang lawan, tapi juga ke hati calon mertua.
Yang menarik, pemeriksaan ini bukan hanya soal tensi dan berat badan. Anak-anak juga diajari pentingnya cuci tangan, makan sayur, dan olahraga rutin, jadi semacam kelas tambahan mata pelajaran “Ilmu Sehat Dasar”.
Guru bahkan bercanda, “Kalau sehat, otak encer, kalau sering sakit, PR aja bisa salah tulis nama”. Anak-anak ketawa, tapi jelas ada makna. Kesehatan itu pondasi belajar, kalau pagi-pagi sudah pusing karena sarapan cuma gorengan dingin, mana bisa konsentrasi hafalan Al-Qur’an?
Program ini sebenarnya bukan hal baru di dunia, di Korea Selatan, misalnya, punya aturan anak sekolah wajib main di luar minimal satu jam biar nggak rabun, begitu pula seperti Kanada lebih keren lagi, program cek kesehatan anak sekolah bisa menghemat miliaran dolar biaya pengobatan di masa depan.
Artinya, yang dilakukan di Palembang ini bukan sekadar acara, tapi langkah investasi jangka panjang untuk SDM Sumsel. Kalau kata pepatah bilang“Sedia payung sebelum hujan”. Lebih murah cek gigi gratis sekarang daripada pas tua harus pasang gigi palsu kredit 12 bulan.
Tentu ada banyolan lain yang bikin hari itu terasa istimewa, seorang anak ditanya dokter, “Makan apa tiap pagi?” Dia jawab polos, “Nasi uduk sama gorengan.” Ibunya yang ikut antri langsung panik, “Ish, kok bilangnya begitu? Kan tadi sarapan roti sama susu!”
Anaknya balas santai, “Itu kan kalau lagi ada tamu, Bu.”
Seketika semua ketawa, dan dokter pun cuma geleng-geleng.
Di situlah letak esensi acara ini, lucu, sederhana, tapi penuh makna, pemeriksaan gratis ternyata jadi panggung kejujuran bocah, sekaligus alarm bagi orang tua untuk lebih perhatian.
Acara pemeriksaan kesehatan anak di SDIT Royal Islamic School Palembang, bukan sekadar formalitas pemerintah. Ini adalah pengingat bahwa sehat itu harus ditanam sejak dini, kalau anak-anak sehat, Sumsel bisa lebih maju, kalau generasi kuat, ekonomi ikut naik.
Dan jangan lupa, sehat itu tanggung jawab bersama, pemerintah boleh bikin program, tapi orang tua tetap jadi garda depan. Ingat pepatah Palembang “Sekencang apapun dayung kalau bocor, perahu pasti karam”. Begitu juga kesehatan anak, kalau di rumah masih doyan junk food tiap malam, ya sama aja bohong.
Jadi, apa pelajaran dari “Detektif Kesehatan” hari itu? bahwa anak-anak bukan cuma belajar matematika, tapi juga belajar menjaga badan sama pentingnya dengan menghafal perkalian. Mereka pulang bukan hanya bawa buku, tapi juga bawa pengalaman sehat yang kelak jadi bekal hidup.
Kata pepatah Tiongkok “Orang sehat punya seribu mimpi, orang sakit cuma punya satu mimpi, yakni sehat kembali”
Maka mari jaga anak-anak kita tetap sehat, supaya Sumsel punya sejuta mimpi yang bisa diwujudkan.[***]