PERINGATAN HUT ke-80 Republik Indonesia tahun ini seharusnya bukan sekadar kembang api, lomba panjat pinang, atau parade marching band yang bikin warga penasaran siapa yang tersandung di podium. Di balik semua itu, ada “peperangan” yang lebih sunyi tapi jauh lebih penting peperangan melawan kekeringan dan sawah yang kehausan. Iya, kita bicara soal air, si cairan ajaib yang bikin padi bisa menari dan petani bisa tersenyum lega.
Di Desa Kudangwangi, Kecamatan Ujungjaya, Kabupaten Sumedang, kemerdekaan tahun ini punya arti baru “Merdeka Air”. Bukan cuma slogan di spanduk, tapi realitas di sawah. Selama tiga tahun terakhir, petani cuma bisa menanam sekali setahun karena bendung Cariang yang lebih sering tidur daripada bekerja. Sawah yang seharusnya bisa menari dua kali setahun, malah cuma bisa joget satu kali setahun. Bayangkan, padi menunggu air sambil bersedih, dan petani mengelus kepala sambil mengucap doa pendek “Semoga hujan turun, minimal sedikit.”
Nah, datanglah bantuan pompanisasi dan pipanisasi. Ibarat superhero lokal, pompa sederhana dan pipa 12 inch datang menyelamatkan sawah. Pipa-pipa itu digelar rapi seperti karpet merah untuk para padi yang ingin menari lagi. Petani, yang sebelumnya seperti penonton pasif di bioskop alam, kini menjadi sutradara yang mengatur jadwal irigasi. Bisa menanam dua kali setahun? Yes! Bisa tersenyum sambil ngopi di tepi sawah? Double yes!
Kalau diperhatikan, ketahanan pangan ini sebenarnya mirip dengan spirit kemerdekaan. Tahun 1945, para pahlawan berjuang melawan penjajah untuk merdeka. Sekarang, petani berjuang melawan kekeringan dan irigasi rusak untuk “memerdekakan air”. Bedanya, senjatanya bukan bambu runcing atau panah api, tapi pompa dan pipa sederhana yang mengalirkan kehidupan. Dan, seperti pahlawan, mereka juga butuh strategi, koordinasi, dan sedikit humor biar tidak stres.
Lucunya, di lapangan kadang ada drama ala sinetron pipa bocor di tengah sawah, pompa mogok karena aliran listrik mati, atau ada tetangga yang terlalu semangat memompa sampai air muncrat ke jalan.
Petani pun tertawa, tapi segera sadar ini bukan lelucon, ini pertarungan nyata demi padi yang subur. Pepatah lama bilang, “Air yang tenang jangan dianggap remeh,” dan di Kudangwangi, air itulah yang sekarang menjadi kunci kemerdekaan baru bagi petani.
Program ini juga menunjukkan sisi edukatif kemerdekaan pangan tidak selalu butuh teknologi canggih atau dana miliaran. Kadang, yang dibutuhkan hanyalah alat sederhana, koordinasi yang baik, dan semangat gotong royong. Pipa 12 inch yang tadinya terlihat biasa-biasa saja, kini menjadi urat nadi produktivitas. Pompa sederhana yang sebelumnya hanya alat listrik, kini jadi mesin harapan. Dan petani? Mereka belajar bahwa dengan sedikit inovasi dan kerjasama, sawah yang lama “ngambek” bisa menari lagi, dan panen bisa berganda.
Selain itu, “Merdeka Air” juga memberi pesan moral yang dalam kebebasan dan kemerdekaan bukan hanya soal politik, tapi soal ketersediaan kebutuhan dasar yang merata.
Bayangkan, jika air tetap langka dan sawah tetap kering, bagaimana mungkin generasi muda mau tinggal di desa atau memilih pertanian sebagai profesi? Dengan adanya pompanisasi dan pipanisasi, harapan itu hidup kembali. Petani bisa tersenyum, anak-anak bisa belajar dengan tenang, dan desa tidak lagi menjadi korban kemarau.
Di usia Republik Indonesia yang ke-80, kemerdekaan tidak berhenti di bendera dan lagu kebangsaan. Ada misi baru yang sama pentingnya memerdekakan air dan memperkuat ketahanan pangan. Pompa, pipa, dan semangat gotong royong menjadi simbol modern dari perjuangan kemerdekaan.
Dari Kudangwangi hingga pelosok nusantara, setiap tetes air yang mengalir di sawah adalah bukti bahwa kemerdekaan bisa dirasakan dalam bentuk yang sederhana tapi berdampak besar.
Jadi, saat kita meniup lilin ulang tahun RI ke-80 dan menyaksikan kembang api menghiasi langit malam, ingatlah: ada padi yang menari, ada petani yang tersenyum, dan ada kemerdekaan yang mengalir di setiap pipa.
Merdeka Air, Merdeka Pangan, dan tentu saja, merdeka hati para petani, karena kemerdekaan sejati bukan hanya soal bendera berkibar, tapi juga sawah subur dan air yang mengalir dengan leluasa.[***]