Uncategorized

Kemelut Proses Kebijakan Pertambangan Batubara di Indonesia

ist

INDONESIA merupakan negara agraris yang penuh akan kekayaan Sumber Daya Alam (SDA). Hal ini menjadi tantangan bagi negara indonesia untuk melestarikan sebuah kekayaan alam yang dimiliki. Pemerintah selaku yang bertanggungjawab untuk menjaga, mengolah secara sebaik-baiknya dan seadil-adilnya dan tanpa merugikan sebuah negara dan rakyatnya sendiri hal ini tantangan bagi pemerintah dan menjadi sebuah sorotan dari rakyat akan kepercayaan yang telah diberikan oleh pemerintah.

Namun, yang terjadi pemerintah seakan-akan memuluskan usaha ekstraktif seperti pertambangan batu bara dalam hal perizinan yang notabene nya terdapat penolakan dari masyarakat terhadap tambang-tambang yang berdampak pada lingkungan dan kesehatan masyarakat. Usaha ekstraktif  seperti pertambangan yang membuat keagrarisan indonesia terancam dan rakyat yang berdampak terus usang dan panik akan kehilangan mata pencahariannya dan kesejahteraannya.

Tidak jarang fenomena kerusakan ligkungan akibat pertambangan batubara terjadi di Indonesia seperti dampak terhadap perubahan bentang alam, penurunan kesuburan tanah, terjadinya ancaman terhadap keanekaragaman hayati, banjir, penurunan kualitas air, penurunan kualitas udara serta pencemaran lingkungan.. Salah satu fenomena yang baru terjadi yaitu bencana banjir besar yang terjadi di Kalimantan Selatan pada awal tahun 2021. hal ini akibat dari dampak banyaknya perizinan tambang yang ada di kalimantan selatan

Dikutip dari kontan.co.id Sebanyak 1,2 juta atau 33% lahan di kalsel dikuasai oleh pertambangan batubara. Dan terdapat 789 izin pertambangan Batubara yang tercatat di kalimantan selatan. Permasalahan ini tidak bisa dibiarkan walaupun pertambangan sebagai salah satu penambahan pendapatan negara namun perlu diperhatikan pula kontrol-kontrol kebijakan melalui persyaratan agar meminimalisir konflik yang terjadi pada rakyat.

Secara aturan, terdapat kebijakan yang mengatur atas Izin Usaha Pertambangan (IUP) yaitu tentang Kuasa Pertambangan (KP)yang didasarkan pada UU No.11/1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan yang saat ini berganti berdasarkan UU No.4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba), PP No.22/2010 tentang Wilayah Pertambangan dan PP No. 23/2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan BatuBara.

Dalam prosedural perizinan pada tahap proses pengajuan izin KP (Kuasa Pertambangan) harus dilakukan melalui beberapa tahap yaitu pemohon mengajukan permohonan ke bupati, selanjutnya bupati menginformasikan ke kementerian ESDM dan Gubernur sebagai pembina. Pada saat mengajukan permohonan maka pemohon harus melengkapi permohonannya dengan berbagai persyaratan yang berlaku.

Namun, pada kenyataanya proses pemberian izin itu tidak berjalan sebagaimana mestinya. Banyak terjadi izin KP dapat terbit padahal perusahaan tidak memenuhi persyaratan.

Penyebab hal ini karena biasnya para tenokratis, analis dan perumus kebijakan biasanya adalah para ilmuwan atau ilmuwan yang teknokrat. Mereka biasanya terkait secara politik dan ekonomi dengan elite politik.

Penerbitan izin KP walaupun belum memiliki persyaratan lengkap bisa terjadi, bermula dari adanya kepentingan para elit politik dan pengusaha/investor  yang berupa janji politik dari oknum kepala daerah terpilih pada saat kampanye ataupun kepentingan politik partai yang membutuhkan biaya besar untuk kelangsungan hidup partainya. ada pihak yang tidak dilibatkan dalam hal ini adalah masyarakat.

Bila diamati ini Terjadi Bentuk proses perumusan kebijakan model elite yang sedang dijalankan di indonesia yaitu sesungguhnya dalam kenyataan di lapangan, dominasi para elitlah yang menentukan sebuah produk kebijakan publik. yang menduduki kelas tertinggilah yang akan menentukan warna. Isu kebijakan yang akan masuk dalam agenda perumusan kebijakan merupakan kesepakatan dan juga hasil konflik yang terjadi di antara elit politik itu sendiri dan tanpa melibatkan aspirasi masyarakat karena suara aktor legislatif seolah telah mewakili suara rakyat. Namun pada kenyataannya itu bertolak belakang dengan kehendak rakyat.

Dengan negara kita yang menganut asas kedemokrasian. Demokrasi  yang merupakan suatu upaya untuk memberikan ruang aspirasi, pendapat kepada seluruh warga negara dan bukan hanya kepada segelintir elit saja. Seharusnya pemerintah atau yang berkuasa tidak cukup hanya sibuk berkampanye Good Governance belaka yang mana lebih kepada pencitraan dan ceremonial belaka. Namun pemerintah harus lebih sibuk dalam memperbaiki teoritikal dan praktikal dan memakai etika administrasinya untuk mencapai Good Governance. Sehingga konflik-konflik yang terjadi pada kebijakan pertambangan dan kebijakan manapun dapat diminimalisir.[***]

 

Penulis  : Ilham Mardiantoro

Mahasiswa FISIP Unsri

Kader HMI MPO  Palembang Darussalam

 

 

Comments

Terpopuler

To Top
WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com