Uncategorized

Dulce Et Utile

foto : istimewa

SAAT ini bermain dengan kata-kata dan simbol sangat marak. Mendekati pesta demokrasi, semakin banyak muncul kata-kata yang menjadi jargon para pemain pesta demokrasi.

Hampir setiap hari ada saja kata-kata baru yang kita nikmati, baik di media sosial maupun media daring.  Bahkan, kalau kita berjalan menyusuri jalan protokol dan jalan lintas antarkota antarprovinsi pun banyak kita jumpai foto dan kata-kata jargon tersebut dalam bentuk baliho ataupun poster. Walaupun terkadang si pembuat atau pemasang baliho tersebut tidak jelas tujuan atau maksudnya. Seharusnya, calon anggota legislatif tersebut harus jelas visi misi atau apa yang akan dilakukan mereka seandainya terpilih nanti.

Bukan hanya masalah kata-kata pada petarungan calon legislatif yang menjadi sorotan, pemilihan pemimpin tertinggi di Republik ini pun tak kalah lebih menarik. Pemilihan kata atau diksi dalam bentuk karya fiksi menjadi hangat untuk dibicarakan. Beramai-ramai para netizen mengomentari kata-kata yang menjadi pilihan dalam bentuk puisi yang dibuat oleh salah seorang seniman di negeri ini. Puisi yang ditulis oleh Neno Warisman mendapat kritikan, baik pro maupun kontra terhadap pilihan kata dalam puisi tersebut.

Puisi adalah salah satu produk karya sastra. puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan struktur batin dan struktur fisik (Waluyo, 1987). Pilihan katanya bersifat metafora dan bersifat imajinatif. Para penikmat puisi atau pembaca puisi tersebut memaknainya pun beragam karena puisi merupakan multitafsir.

Suatu hasil karya sastra baru dapat dikatakan memiliki nilai sastra apabila di dalamnya terdapat kesepadanan antara bentuk dan isinya. Bentuk dan susunan bahasanya baik dan indah., Kemudian, isinya dapat menimbulkan perasaan haru dan kagum di hati pembacanya. Bentuk dan isi sastra harus saling mengisi, yaitu dapat menimbulkan kesan yang mendalam di hati para pembacanya sebagai perwujudan nilai-nilai karya seni.

Kalau kita lihat dari struktur batin puisi, yakni rasa (feeling), sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair. Penulis puisi tersebut memang dikenal sebagai seniman, dari kecil sudah menyukai puisi dan pernah menjuarai lomba baca puisi se-Jakarta. Kemudian, ia pun banyak menghabiskan waktunya untuk dunia sosial, pendidikan, dan religi. Dengan demikian, melihat dari latar belakang penulisnya akan ada keterkaitannya bagaimana puisi yang menjadi viral tersebut tercipta.

.Memaknai puisi pun beragam tergantung dari penafsiran pembacanya. Pembaca boleh setuju ataupun tidak setuju. Hal ini merupakan bagian dari resepsi pembaca. Bahkan, sampai sebagai tingkat kritus sastra, terkhusus karya puisi di atas.

Teks-teks dalam puisi saling berhubungan sehingga mengikatnya menjadi sebuah karya. Teks sastra terdiri atas isi, yaitu ide-ide atau amanat yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca. Lalu, bentuk, yaitu cerita dalam teks yang dapat dibaca dan dipelajari menurut berbagai pendekatan gaya bahasa, setting, dan sebagainya. Teks- teks ini berkaitan dengan konteks, yakni aspek-aspek lingkungan fisik atau sosial yang kait-mengait dengan ujaran tertentu, serta  pengetahuan yang sama-sama dimiliki pembicara dan pendengar sehingga pendengar paham apa yang dimaksud pembicara (Kridalaksana, 2011).

Sisi konteks inilah mungkin yang menarik dan menjadi persoalan dari puisi tersebut. Konteks yang terjadi adalah sebuah “pertarungan” menjelang perhelatan akbar di Republik ini (pilpres). Maka, apa pun dapat dikaitkan dengan permasalah pilpres ini, termasuk urusan karya sastra, seperti berpuisi di atas.

Sebuah puisi yang tercipta untuk kita nikmati dari sisi seni dan mendapatkan pencerahan dari sisi amanat yang tercipta dari seorang penulis. Seperti kata Horatius, yaitu dulce et utile (dalam bahasa Latin, sweet and useful). Dulce (sweet) berarti sangat menyenangkan atau kenikmatan, sedangkan utile (useful) berarti isinya bersifat mendidik (mikics, 2007:95). Oleh karena itu, mari kita menikmati puisi tersebut dengan bijak. Jangan sampai kita kehilangan makna dulce et utile dari sebuah karya sastra.

 

Dr. Darwin Effendi, M.Pd.

Dosen Universitas PGRI Palembang

 

Comments

Terpopuler

To Top
WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com