Uncategorized

Art Normal Menuju Merdeka Seni

*Dirgahayu Republik  Indonesia

Dirgahayu Republik Indonesia. Hari kemerdekaan bangsa kita memberikan suntikan semangat bagi insan seni. Selama masa pandemi, kreativitas dan aktivitas penggiat seni tak dipungkiri menjadi terbatas.

 

Meski terkendala protokol kesehatan, kreativitas dan imanjinasi seniman selama masa pandemi tak pernah padam. Tanpa panggung, tanpa pameran, dan tanpa penonton ‘nyata’ senyatanya ternyata karya-karya mereka senantiasa hadir.

 

Seniman di Palembang pun, sepertinya baru saja merasakan panggung  ekspresi yang digagas Dewan Kesenian Palembang (DKP) ketika pandemi merebak di kota pempek ini. Sepekan Seni: Ekspresi dan Apresiasi yang menampung seniman dari enam komite yang ada, tari, musik, film, teater, rupa, dan sastra telah melepaskan dahaga manggungnya. Lalu, Panggung Taman Ampera yang digagas bersama Dinas Pariwisata  sempat berjalan tiga minggu dari 30 minggu rencana, harus dihentikan karena mematuhi maklumat pemerintah.

 

Selepas itu, hingga kini, aktivitas seni tatap muka memang vakum. Protokal kesehatan tak memungkinkan untuk mengumpulkan banyak orang atau membuat keramaian. Jalur daring pun dipilih sebagian seniman untuk tetap berekspresi.

Berbagai bidang kehidupan memang terdampak oleh wabah ini. Dunia berkesenian pun, termasuk bidang yang ikut terdampak.  Semua aktivitas berkesenian menjadi terhenti. Meskipun, masih ada yang bertahan dengan kreativitasnya terbatas #dirumahsaja. Dengan memanfaatkan ranah daring. Setelah hampir  setengah tahun dalam kondisi yang serba terbatas seolah  terpasung, gelora kebebasan untuk berekspresi mendapat angin segar. Wacana  kenormalan baru, memancarkan nuansa segar serba penuh harapan. Harapan yang membersitkan hal-hal baru. Tidak hanya bagi seniman di luar daerah, tetapi juga kalangan seniman di Palembang.

Karenanya, sesuatu yang baik tentu saja, jika DKP menggagas kegiatan yang bisa mengobati kerinduan seniman untuk berkreativitas. Sekaligus membahas berbagai persoalan terkait aktivitas berkesenian. Kegiatan ini rencananya dilaksanakan secara daring (virtual) dan tatap muka. Direncanakan dilaksanakan di Guns Café. Dengan menghadirkan narasumber dari praktisi, akademisi,  pemerhati, dan pihak terkait lainnya. Masing-masing akan diupayakan mengupas tuntas persoalan di enam komite seni yang ada.

Seni Baru

Selama ini , pandemi sudah kerap melanda dan membuat kehidupan manusia pun menjadi berubah secara drastis. Termasuk dalam berkesenian. Kalau kita toleh ke belakang,  dari Perang Dunia I dan Perang Dunia II  bahkan sebelumnya, sudah ada pandemi seperti yang terjadi saat ini. Penyebabnya mungkin yang berbeda. Saat ini, Korona atau Covid 19 yang  menyebar petaka.

Satu hal yang bisa menjadi catatan, setelah pandemi itu ternyata selalu muncul  kesenian dalam bentuk-bentuk lain.  Dalam berkesenian, relevansinya memang tidak lagi hanya melalui medium, tapi melihatnya secara garis besar. Bagaimana hasil dari  perubahan bentuk-bentuk baru yang ditawarkan dalam logika kreatif atau kesenian. Bahwa logika-logika tersebut akan diperlihatkan melalui sudut pandang lain. Misalnya ketika kita membicarakan film, apakah film panjang yang  relevan sekarang? Kalau situasi pandemi berkepanjangan, bukan tidak mungkin justru film-film pendek yang lebih diminati.

Ketika berbicara soal logika seni rupa, mungkin rasanya tidak akan ada lagi karya yang besar. Bukankah semua orang harus tinggal di rumah, mereka lebih memilih untuk membuat karya-karya kecil yang diramu secara digital atau bahkan langsung dibuat secara digital. Mungkin saja, ini nyata. Meskipun,  di balik itu, bisa saja justru di kondisi lahir karya monumental.

Kalau balik lagi ke logika sejarahnya, sebetulnya kesenian itu sudah sering ditempa dengan hal-hal seperti pandemi dan bisa keluar dengan  selamat. Karena mereka telah menemukan cara-cara lain.

Di Palembang, misalnya, Dulmuluk yang dulunya mentas di panggung, di era pandemi bermain di rumah. Racikan Wak Randi, Wak Dolah,dan Wak Soleh ini  kemudian disiarkan di media-media sosial. Prestasi justru diraih Randi dan kawan-kawan, karya mereka dengan tagar  di rumah saja, termasuk diantara 200 karya se-Indonesia yang mendapat penghargaan Kemendikbud. Hari ini, piagam penghargaan tersebut akan diserahkan kepada pihak DKP yang telah memberi dukungan sehingga mereka tetap bisa berkarya.

Penyair, tak lagi berpuisi berpelantang di panggung. Cukup di rumah dan kemudian semuanya  menyebar  ke dunia tanpa batas di dunia maya. Melalui Channel Dangau Sastra, Komite Sastra DKP menghimpun dan merilis  karya-karya penyair Palembang di Youtube. Begitupun para seniman sastra secara mandiri juga tetap aktif membaca puisi, menulis prosa maupun aktivitas lainnya di dunina daring.

Kupasan-kupasan dan analisis maupun kurator, tak mesti bersemuka. Cukup melalui sedaring (seminar daring). Dan semuanya pun berlanjut pada bidang-bidang seni lain. Di Yogyakarta, misalnya, Koperasi Seniman dan Budayawan Yogyakarta (Koseta) dan Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (Pandi) menggagas sebuah wadah untuk menciptakan eksistensi pekerja seni di tengah pandemi, yakni program Resoilnation. Pameran digagas secara digital.

Begitupun  liukan tari, tak lagi memerlukan panggung yang membahana dengan tepukan tangan. Sonia, dari Komite Tari DKP,  juga mendapat penghargaan dari Kemendikbud atas karyanya yang digarap bersama Teater Potlot dan  ditampilkan  di daring.

Penyanyi, tak lagi harus menjual suara di panggung-panggung yang diiringi jogetan pengunjung yang membahar andrenalin dengan musik-musik cadas, ataupun   lagu-lagu sendu sekali pun. Juga yang melankolis dan bisa membawa pendengarnya terhanyut emosi.

Begitu pun penyair dengan letupan suara magisnya yang mengalirkan syair-syair  yang keras, tegas, penuh kritik, atau sekadar menyurakan hati nurani yang terpendam,  kini bisa membelah dunia melalui jaringan berkuota dan mengendarai gawai-gawai maupun telpon seluler.  Tanpa panggung, tanpa tepukan tangan, kini tergantikan tayangan dan klik ‘suka’  ataupun komen-komen di laman-laman yang bebas berkeliaran di dunia maya.

Pun, sastra dan seni tradisional yang konon katanya sulit berkembang dan susah untuk mencari penggemarnya, kini bisa bersaing bebas dengan seni dan sastra modern. Tinggal kita mau atau tidak memuat konten tersebut. Banyak medsos pilihan yang memberi dan membuka pintunya untuk unggahan karya.

Pandemi dengan protokol kesehatannya, memasung kreativitas secara fisik. Namun itu tidak bisa membatasi kreativitas. Meski wilayah daring yang membebaskan publikasi tanpa batas dan melewati sekat-sekat waktu maupun geografis, para seniman sudah rindu ingin manggung lagi. Ingin menari, menyanyi, berpuisi, membuat film, bermandikan cat, dan memecahkan gendang telinga penonton dengan teriakan akting di panggung yang lembut dan bisa membawa imajinasi terbang bersama peran.

Absen berkesenian secara tatap muka selama masa pandemi, membuat rasa rindu membuncah di dada para seniman. Termasuk pelaku seni di Palembang, tentu saja.  Buncahan kerinduan itu tak pelak direspon DKP. Sebuah gagasan untuk bersilaturahmi di pengujung masa pandemi pun terlontarkan. Tentu saja, dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.

 

Menurut Sekretaris Pelaksana, Gaung Antrasita, melalui Silaturahm-Gelar Karya Seniman Kini dan Nanti: Iklim Kesenian Menuju Kenornalam Baru, pihaknya dari DKP mencoba menggambarkan kondisi yang dialami dan bagaimana pelaku seni menyiasati dan bertahan di era pandemi. Lalu, memberikan pemetaan dan menggali rekomendasi terhadap berbagai stake holder sehingga bisa dijadikan bahan masukan dalam melangkah bersama.Hari ini, pembukaan kegiatan ini sekaligus dialog pihak terkait digelar.

Termasuk pementasan wayang Palembang dan penampilan lagu Hari Merdeka berupa ansamble gitar yang disajikan oleh Komunitas Gitar Klasik Palembang.

Pembukaan (Opening) Webinar Plus DKP Senin (17/8) akan siarkan secara langsung oleh RRI dari tempat pelaksanaan Guns Cafe di seputaran Kambang Iwak Palembang.

Penyiaran langsung (live) pembukaan webinar Plus DKP ini disebutkan Kepala Stasiun RRI Palembang Ahmad Bahri Jumat (14/8) di ruang kerjanya.

“Aktivitas kesenian dan kebudayaan memang mendapat perhatian khusus RRI sebagai lembaga penyiaran publik. Kami siap dukung,” ujarnya,

Walikota Palembang H Harnojoyo direncanakan membuka kegiatan yang bertema Art Normal-Merdeka Seni: Iklim Berkesenian menuju jenormalan baru ini.

Dalam pembukaan ini akan digelar dialog menghadirkan pihak-pihak terkait membahas tema Iklim berkesenian menuju kenormalan baru. Kapolrestabes Palembang Kombes Panji Anom Setyadji dan Dandim 0418 Palembang Kol Inf Heny Setyonoi, S.Psi,  bersama Kepala Dinas Kebudayaan Hj Zanariyah SIP Msi, Kepala Dinas Pariwisata H Isnaini Madani, dan Ketua DKP Ms Iqbal Rudianto ST, akan berdialog membahas berbagai persoalan terkait aktivitas berkesenian para seniman selama masa pandemi, kini dan nanti.

Dewan Kesenian Palembang (DKP) menggelar kegiatan untuk insan seni di kota Palembang, bertajuk ART NORMAL, dan digelar di Guns Cafe, dari 17 sampai 19 Agustus.

 

Banyak harapan yang bisa terdokumentasi dari kegiatan silaturahmi dan gelar karya ini. Bukan tidak mungkin, dari situ kita bisa mengetahui bahwa kesenian telah berubah. Pandemi mungkin saja telah ‘memaksa’ wajah  kesenian berubah menjadi sesuatu bentuk baru. Paling tidak, keinginan seniman bersemuka dengan penikmatnya di bumi, bisa terealisasi. Dengan Art Normal mari kita songsong era merdeka seni. Terutama dalam tatanan kehidupan baru. Hidup memang butuh seni. Dan seni membuat hidup menjadi lebih hidup.

 

Palembang, 17 Agustus 2020

Muhamad Nasir

Pelaku Seni dan Anggota Komite Sastra DKP

Comments

Terpopuler

To Top
WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com